REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pakar Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Eva Sundari ikut berkomentar mengenai adanya penyebutan nama Gubernur DKI Jakarta itu di soal Ujian Nasional (UN). Menurutnya, hal itu justru menguatkan perlunya UN dihentikan.
"Mengingat putusan MA (Mahkamah Agung) telah menyatakan UN tak sah. Artinya, MA menyetujui argumen pemohon bahwa UN banyak mengandung mudharat ketimbang manfaat," katanya, Senin (14/4).
Sebelumnya, soal UN Bahasa Indonesia yang diujikan bagi siswa SMA, SMK, dan sederajat di Jawa Tengah memuat soal cerita yang berisi biografi Jokowi. Di soal itu, ia digambarkan sebagai sosok yang jujur dan pekerja keras.
Menanggapi itu, Eva mengatakan, platform Jokowi mendatang menginginkan pendidikan yang tak menjadi siksaan bagi siswa. Yaitu pendidikan yang menjadi proses menyenangkan dalam memfasilitasi pembentukan character building. Sehingga, bisa menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya yang disegani dunia.
Sesuai ajaran Trisakti Bung Karno, katanya, sepatutnya sekolah menjadi media utama bagi proyek membangun kebudayaan berdasarkan kepribadian Indonesia. Sekolah dan perguruan tinggi harus membekali para siswa menguasai menulis, membaca, berhitung, serta berpikir kritis.
"UN yang menitikberatkan skill hapalan harus disudahi karena mereduksi bentuk kecerdasan siswa yang lainnya," papar anggota Komisi III DPR dari fraksi PDIP tersebut.
Eva memaparkan, berlogika dan berpikir kritis merupapkan kemampuan yang dapat menjadi bekal melawan pembodohan. Sekaligus, membuat Indonesia menguasai teknologi untuk bersaing di masyarakat global sebagai bangsa produsen.
"Kita hentikan kecenderungan menjadi bangsa konsumtif dan bahkan menjadi bangsa kuli dan kulinya bangsa-bangsa sebagaimana sudah diperingatkan Bung Karno," paparnya.
Bagi Jokowi, kata Eva, pendidikan merupakan kunci mewujudkan pembangunan kebudayaan yang berisi kemandirian bangsa. Sehingga terwujud Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.