REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Korban ranjau darat dan artileri yang tidak meledak meningkat pesat dalam dua bulan pertama tahun ini, kata satu laporan Otoritas Bantuan Korban dan Tindakan Ranjau Kamboja Selasa (15/4).
Negara melaporkan 40 korban, enam orang meninggal dan 34 luka-luka, selama periode Januari-Februari tahun ini, naik 90 persen dari 21 korban, dua orang tewas dan 19 luka-luka, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kata laporan itu. Negara Asia Tenggara ini merupakan salah satu negara terburuk di dunia dalam hal menderita ranjau darat.
Satu perkiraan 4.000.000-6.000.000 ranjau darat dan amunisi lainnya yang tersisa dari tiga dekade perang dan konflik internal yang berakhir pada tahun 1998.
Lima provinsi barat laut menderita terburuk akibat ranjau darat dan artileri yang tidak meledak di Battambang, Banteay Meanchey , Oddar Meanchey, Pailin dan Preah Vihear .
Menurut laporan itu, dari tahun 1979 sampai Februari 2014, ranjau darat dan artileri yang tidak meledak telah membunuh 19.690 orang dan melukai atau mengamputasi 44.664 orang .
Negara ini memerlukan dana sekitar 50 juta dolar AS per tahun sampai 2020 untuk menyingkirkan sepenuhnya semua jenis ranjau anti- personil, menurut Heng Ratana, direktur jenderal Pusat Tindakan Ranjau Kamboja.