REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkopolhukam Djoko Suyanto menjelaskan tim khusus yang dipimpin oleh mantan Menag Maftuh Basyuni kesulitan untuk melakukan diplomasi kepada keluarga korban pembunuhan Satinah, lantaran banyak pemberitaan di media massa yang kontraproduktif.
"Diplomasi yang dilakukan oleh tim dengan keluarga korban berjalan alot, lantaran banyaknya pemberitaan media massa yang dikutip media internasional yang membuat keluarga korban pembunuhan Satinah (TKI yang diancam hukuman mati) merasa tersinggung," kata Djoko, saat jumpa pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, proses diplomasi yang seharusnya hanya membutuhkan waktu paling lama lima hari, tetapi tim khusus membutuhkan waktu 12 hari untuk melakukan diplomasi karena keluarga korban tersinggung dengan pernyataan-pernyataan pejabat Indonesia yang justru memojokan keluarga korban.
"Keluarga korban merasa tersinggung karena ada banyak 'statement' yang menyatakan Satinah tak bersalah dan tak melakukan perbuatan tersebut," ungkap Djoko.
Namun, melalui surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya keluarga korban luluh. Surat dari Presiden manjur dan membuat keluarga tenang, ujarnya.
Kepala Tim Satuan Tugas Pembebasan Satinah, Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan timnya sampai harus menemui tokoh-tokoh yang terpandang di sana. Sikap keluarga korban yang tak konsisten terhadap jumlah "diyat" juga membuat negosiasi semakin alot.
Namun, akhirnya angka diyat disepakati 7 juta riyal dari permintaan awal 15 juta riyal. Dengan kesepakatan itu, kata Maftuh, pemerintah Saudi tak akan mengeksekusi Satinah.
"Sudah ada jaminan dari kehakiman. Dan satu bulan ini sudah akan ada penyelesaian. Dengan kesepakatan ini terbukti tak ada mafia," ujarnya.