REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Capres PDI Perjuangan (PDIP), Joko Widodo (Jokowi) dinilai belum layak menjadi tokoh yang keluar sebagai cerita dalam soal Ujian Nasional (UN). Karena itu, kemunculannya dalam beberapa soal UN dianggap politis.
“Jokowi belum layak sebagai tokoh nasional, sehingga tidak tepat dirujuk sebagai tokoh panutan para siswa, apalagi sampai keluar dalam soal UN. Jabatan dan pengalamannya saja baru menjadi gubernur, itu pun belum selesai. Jadi belum teruji sebagai tokoh nasional," ujar dosen Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, M Agus Nuryatno dalam keterangannya, Jumat (18/4).
Menurutnya, saat ini momentum lebih erat dengan politik. Karenanya, kemunculan Jokowi pun dianggap untuk menggiring siswa untuk memilihnya sebagai presiden.
"Karena muatan soalnya berkisah tentang kebaikan Jokowi. Disengaja atau tidak, Jokowi sangat diuntungkan oleh soal UN tersebut”, papar lulusan Fakultas Pendidikan, McGill University, Canada tersebut.
Agus menjelaskan, munculnya nama Jokowi dalam lembar soal UN menunjukkan ketidaknetralan dunia pendidikan dari tekanan politik. "Ini juga sekaligus menunjukkan lemahnya pengawasan internal kemendikbud. Bagaimana mungkin soal ujian yang seharusnya untuk menguji kecerdasan anak bangsa tapi malah bermuatan politik," katanya.
Menurutnya, peristiwa itu dapat menggiring anak bangsa ke depan pada fragmentasi kelompok berbasis politik. Tentunya, hal itu tidak sehat bagi perkembangan dunia pendidikan nasional. "Kekeliruan ini harus dipertanggungjawabkan”, paparnya.
Sebelumnya, nama Jokowi menjamur dalam lembar soal sejumlah mata pelajaran pada UN 14-16 April lalu. Seperti Bahasa Indonesia, IPS dan Bahasa Inggris.
Dalam lembar soal ujian beberapa mata pelajaran tersebut, profil Jokowi disebut sebagai sesorang yang jujur dan sederhana. Peristiwa ini mendapat banyak kecaman dari sejumlah pihak karean dinilai sangat bermuatan politik.