REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berkoalisi dengan Gerindra memunculkan reaksi di internal. Hal ini dapat mengancam konsistensi partai tersebut dalam menentukan langkah politiknya.
Koalisi dengan Gerindra dinilai sebagai bentuk pengabaian hasil Mukernas PPP yang diselenggarakan Februari lalu. Musyawarah tersebut menghasilkan keputusan enam nama yang laik jadi capres. Mereka adalah Jusuf Kalla, Joko Widodo (Jokowi), Din Syamsuddin, Khofifah Indar Parawansa, Ihsan Noor, dan Jimly Asshiddiqie.
Tidak ada nama Prabowo dalam daftar tersebut. Namun demikian, Ketum PPP, Suryadharma Ali menyatakan hasil mukernas itu sifatnya bisa berubah dengan perkembangan politik.
"Keputusan Mukernas itu sudah tidak relevan lagi," kata Suryadharma di Jakarta, Sabtu (19/4).
Suryadharma memberi istilah jalinan politik ini sebagai koalisi Gabah. "Sekarang kita masih berdua. Koalisi Gabah, Garuda-Kabah," katanya.
Dukungan tersebut disebut Suryadharma sebagai dukungan yang ikhlas tanpa syarat apapun. Koalisi dibangun dengan dasar keikhlasan, tanpa adanya iming-iming memperoleh timbal balik kursi menteri dan lainnya.
Sekretaris Jenderal PPP yang digeser menjadi Ketua DPP, Romahurmuziy, mengadakan rapat internal kemarin malam. Rapat dihadiri pengurus DPP yang tidak menghadiri acara deklarasi koalisi PPP dengan Gerindra. Mereka menolak koalisi yang sudah dideklarasikan SDA.