REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tingkat kemiskinan Kabupaten Sleman pada 2013 tercatat menurun dari 15,85 persen menjadi 13,89 persen. Namun, penurunan kemiskinan tersebut belum merata di tingkat kecamatan.
Penurunan kemiskinan di Kecamatan Cangkringan tercatat paling signifikan dibandingkan kecamatan lain. Tingkat kemiskinan Cangkringan menurun dari 47,48 persen menjadi 21,42 persen. Kepala Bidang Penanganan Kemiskinan Badan KB, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemberdayaan Perempuan Sleman, Sigit Endarto mengungkapkan penurunan kemiskinan signifikan di Cangkringan karena pemulihan pascaerupsi Gunung Merapi cepat.
"Untuk tingkat kemiskinan 2012, data yang dipakai tahun 2011 saat Cangkringan baru menjadi korban erupsi Merapi, sementara tingkat kemiskinan 2013 mengambil data 2012 yang sudah pulih," ungkapnya, Ahad (20/4).
Tingkat kemiskinan di kecamatan lain yang relatif tidak terkena dampak bencana hanya turun paling tinggi di level 5,61 persen. Tingkat kemiskinan tersebut dimiliki Kecamatan Sleman yang pada 2012 mencatat kemiskinan 24,92 persen. Di bawah angka tersebut, Kecamatan Ngemplak mencatat penurunan tingkat kemiskinan 5,17 persen dari 14,76 persen menjadi 9,59 persen.
Sementara itu, penurunan tingkat kemiskinan yang paling rendah dicatat Kecamatan Depok. Tingkat kemiskinan Depok turun 0,27 persen menjadi 4,08 persen pada 2013. Jumlah keluarga miskin di Depok bertambah dari 1.451 KK menjadi 1572 KK. Penambahan itu seiring dengan penambahan jumlah penduduk dari 38.025 KK menjadi 38.497 KK.
Sigit mengakui penurunan tingkat kemiskinan bervariasi karena menurunkan kemiskinan tidak mudah. Dia menilai peningkatan kesejahteraan melibatkan banyak faktor selain kebutuhan dasar. Faktor tersebut antara lain pendidikan, kesehatan hingga lapangan pekerjaan.
Pendataan tingkat kemiskinan pada 2013 juga memakai indikator yang berbeda dari 2012. Pendataan tingkat kemiskinan pada 2013 menggunakan basis rumah tangga untuk menyamakan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara, pendataan 2012 masih menggunakan indikator yang diatur dalam peraturan bupati no 21 tahun 2008. Perbedaan indikator tersebut menghasilkan angka kemiskinan yang berbeda.
Untuk menurunkan kembali angka kemiskinan, Pemkab Sleman membuat profil kemiskinan hingga tingkat rumah tangga. Profil kemiskinan akan menjadi dasar Tim Penanggulangan Kemiskinan (TPK) untuk membuat kegiatan dan kerjasama dengan pihak luar. "Profil kemiskinan juga diberikan ke SKPD agar mereka mempertajam program penanggulangan kemiskinan," ungkap Sigit.
Sementara itu, Wakil Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu mengatakan untuk kembali menekan angka kemiskinan, Pemkab Sleman menguatkan kelembagaan TPK. Pemkab Sleman mengucurkan dana Rp10 juta selama setahun untuk TPK tingkat kecamatan. Sementara, TPK tingkat desa dan padukuhan masing-masing menerima Rp3 juta dan Rp1,2 juta per tahun.
Dana penanggulangan kemiskinan di Sleman juga ditambah dari anggaran Pagu Indikatif Usulan Kecamatan (PIK). Tahun ini, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) mengucurkan dana Rp19,86 miliar untuk pendampingan program PNPM yang bertujuan menurunkan angka kemiskinan.