REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seribu pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pelajar Mahasiswa Indonesia untuk Kemerdekaan Berjilbab akan menggelar aksi damai 'Kemerdekaan Berjilbab', Senin (21/4) pagi.
Massa yang terdiri atas Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan Pelajar Muslim (IPM), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamatan Organisasi (HMI MPO), Forum Silaturahim Dakwah Kampus (FSLDK), akan melakukan long march dari Bundaran HI menuju Istana Negara.
Ketua PII Bidang Komunikasi Ummat Helmi al-Djufri mengatakan, PII tidak mengangkat isu kasuistik seperti kasus pelaragan jilbab pada siswi Bali saja karena ini adalah aliansi gerakan.
Visinya pun visi bersama, mengingatkan presiden atas hak warga negara dalam menjalankan kewajiban agama termasuk keinginan berjilbab yang sudah dijamin dan dibebaskan dalam UUD 1945. Pelarangan hak itu, kata Helmi, merupakan bentuk pengkhianatan konstusi.
"Kami sepakat, siapa pun dan lembaga apa pun tidak boleh melarang hak berjilbab. Tidak boleh mengurangi hak beragama seseorang dalam situasi dan kondisi apa pun," kata Helmi.
Selama ini PII kukuh menyuarakan kemerdekaan berjilbab bagi pelajar Muslimah termasuk kasus pelarangan jilbab di Bali. Sementara KAMMI dan FSLDK gencar menyuarakan kemerdekaan berjilbab bagi Polwan, wanita TNI, dan karyawan BUMN.