REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengapresiasi keberadaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam hal memperkuat koordinasi pemantauan dan pengelolaan inflasi daerah. Eko berharap, koordinasi otoritas moneter, fiskal dan pemerintah daerah di dalam wadah TPID dapat terus dikembangkan ke depannya.
"Secara konsep (TPID) bagus. Karena membantu dalam hal koordinasi untuk menangani inflasi," ujar Eko kepada ROL, Selasa (22/4).
Pada Senin (21/4) kemarin, Bank Indonesia memperpanjang kerja sama koordinasi pemantauan dan pengelolaan inflasi daerah dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri. Tujuan perpanjangan kerja sama agar inflasi secara nasional dapat terjaga. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014, target inflasi ditetapkan 5,5 persen.
Per akhir Maret 2014, telah terbentuk TPID di 33 provinsi dan 168 kabupaten/kota. Dengan demikian, secara kumulatif, jumlah TPID secara nasional tercatat 201 TPID. Meskipun begitu, Eko menyebut terdapat sejumlah tantangan untuk mengendalikan inflasi daerah. Salah satunya adalah preferensi untuk kota-kota yang disurvei Badan Pusat Statistik (BPS) lebih sedikit dibanding jumlah TPID.
Sebagai gambaran, setiap bulannya, BPS memantau inflasi pada 82 kota IHK (Indeks Harga Konsumen). Kota-kota itu tersebar dari Banda Aceh (Provinsi Aceh) sampai Merauke (Provinsi Papua). "Ke depan harus ditambah daerah-daerah yang dipantau agar mewakili seluruh kabupaten/kota. Sebab, jumlah kabupaten/kota yang dipantau TPID lebih banyak," kata Eko.
Selain itu, Eko menjelaskan, hasil dari kajian-kajian yang dilakukan TPID hendaknya diikuti oleh aksi konkret pengampu kebijakan terkait untuk mengendalikan inflasi. Tidak melulu hanya bersifat imbauan. "Saran-saran dari TPID tentu harus dikembangkan dan ditindaklanjuti," ujar Eko.