REPUBLIKA.CO.ID, Banyak negara yang memisahkan antara agama dan negara. Padahal, menurut guru besar sosiologi Sekolah Tinggi Ilmu Politik d'Aix di Aix-en-Provence, Prancis, Raphael Liogier, tidak terdapat satu pun negara yang mengklaim negara mereka sekuler lalu mereka memisahkan sama sekali agama dari negara.
“Tidak ada,” katanya di sela-sela seminar bertajuk “State and Religion” di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beberapa waktu lalu.
Berikut petikan perbincangan Direktur Observatoire du Religieux itu dengan wartawan Republika Rosita Budi Suryaningsih dan Nashih Nashrullah:
Adakah negara sekuler murni menurut Anda?
Tidak ada. Tidak ada satu negara pun yang benar-benar penuh dalam mengaplikasikan prinsip sekularisme ini.
Negara tak mungkin berpura-pura tak tahu bahwa agama itu ada. Urusan agama memang berbeda dengan kementerian lain, seperti ekonomi dan agraria. Mereka lebih rumit dan tidak secara langsung bisa diselesaikan.
Jikalau pun ingin memisahkan antara hubungan negara dan agama, negara tersebut akan memiliki badan tersendiri yang akan memberikan pelayanan terhadap hubungan antarnegara beragama.
Justru negara sekuler akan banyak mengatur tentang agama yang dipeluk oleh masyarakatnya. Jika masalah agama masih diurusi oleh negara, berarti negara tersebut bukanlah sebuah negara sekuler sejati, bukan?
Jika ada negara yang menginginkan sekularisme diterapkan seratus persen, itu hanya fantasi. Itu jika yang dimaksud adalah pandangan sekularisme agama. Karena, sebenarnya sekularisme itu adalah metodologi untuk memperlakukan agama lain.
Sekularisme metodologi memperlakukan agama lain, maksud Anda?
Sekularisme sebenarnya bukanlah sebuah doktrin yang menyatakan bahwa tidak ada agama. Sekularisme adalah metodologi yang menganjurkan bagaimana memperlakukan semua orang dengan sama, baik dia beragama maupun tidak.
Banyak negara menerapkan sekularisme ini dengan berbeda. Indonesia berbeda dengan Prancis, berbeda pula dengan Inggris.
Lalu apa bedanya sekularisme dengan pluralisme?
Tidak ada sekularisme tanpa plularisme. Sangat tidak mungkin mengatakan dirinya sekuler, tapi ia tidak melakukan prinsip pluralisme.
Disebut sekularisme adalah saat di mana negara harus menghadapi situasi di luar pemikiran agama. Jika terjadi masalah, penyelesaiannya bukan lagi memakai dogma-dogma agama. Namun, diselesaikan dengan jalan ilmu pengetahuan.