Oleh: Dr Irfan Syauqi Beik*
Mungkin dua kisah di atas hanya sekelumit diantara kisah-kisah yang harus dialami oleh penduduk miskin negeri ini ketika mereka menjadi korban rentenir.
Barangkali bagi sebagian kita, uang sebesar Rp 500 ribu tidak lah besar, apalagi sampai harus menggadaikan buah hati. Akan tetapi bagi masyarakat dhuafa, jumlah tersebut sangatlah signifikan dan berarti.
Ketika ditanya apa alasan meminjam ke rentenir, jawaban pada umumnya adalah karena rentenir bisa meminjamkan uang secara cepat, tanpa proses yang birokratis, meski dengan bunga yang sangat tinggi.
Solusi ekonomi syariah
Kedua kisah di atas seharusnya semakin menyadarkan kita bahwa ada problem besar yang menghinggapi perekonomian negara kita, yaitu problem ketidakadilan strutural yang berdampak pada kesenjangan pendapatan dan kemiskinan yang bersifat ekstrim.
Memang tidak mudah untuk mengatasi hal ini, namun demikian bukan berarti tidak ada jalan keluarnya sama sekali. Untuk itu, belajar dari pengalaman yang ada, kita memerlukan pendekatan baru, yang didasarkan pada konsep ekonomi syariah.
Paling tidak ada tiga solusi yang bisa menjadi jawaban terhadap permasalahan rentenir ini. Pertama, perlunya membuka akses finansial kepada masyarakat, termasuk masyarakat di pedesaan.
Akses finansial ini terbagi menjadi dua saluran, yaitu social finance dan simple commercial finance. Pada saluran yang pertama, instrumen yang bisa dioptimalkan adalah zakat, infak dan sedekah (ZIS).
ZIS ini digunakan terutama untuk mengatasi kebutuhan masyarakat yang termasuk ke dalam kategori mustahik zakat, baik kebutuhan yang sifatnya konsumtif dan bersifat jangka pendek, maupun kebutuhan pengembangan usaha produktif yang bersifat lebih jangka panjang.
ZIS ini bisa dimanfaatkan sebagai jaring pengaman sosial yang efektif bagi masya rakat miskin, karena target utama ZIS adalah kelompok ini.
*Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB