Oleh: Dr Irfan Syauqi Beik*
Sedangkan pada saluran finansial yang kedua, institusi yang bisa dioptimalkan adalah BMT/koperasi sya riah, sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang segmentasi pasarnya adalah kelas menengah ke bawah.
Keberadaan BMT dan kope rasi syariah ini diharapkan menjadi solusi terhadap masalah permodalan yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil milik masyarakat.
Kelebihan LKMS ini adalah pada proses pencairan dananya yang lebih cepat, tidak birokratis, dan tanpa agunan aset, kecuali yang dijaminkan adalah dokumen-dokumen tertentu seperti surat nikah, sebagaimana yang dipraktikkan oleh sejumlah BMT.
Selanjutnya solusi yang kedua adalah mendidik karakter masyarakat dan mengubah mentalitas mereka ke arah yang lebih baik.
Kebiasaan untuk meminjam uang karena memaksakan gaya hidup konsumtif, atau perilaku menghambur-hamburkan uang pada saat panen, sementara pada saat musim tanam mereka kesulitan likuiditas, yang akhirnya mendorong mereka untuk terpaksa berutang pada rentenir, adalah budaya yang harus diubah.
Yang justru perlu ditumbuhkan adalah mentalitas untuk mau mengembangkan usaha se ca ra produktif, dengan memanfaat kan potensi sumberdaya lokal yang ada, sehingga secara sosial ekonomi mereka bisa lebih berdaya.
Terkait dengan hal ini, aspek yang perlu mendapat perhatian adalah strategi pemberdayaan masyarakat yang tepat dan efektif. Disinilah peran penting lembaga-lembaga pemberdaya masyarakat, seperti institusi zakat, yaitu Baznas dan LAZ, maupun lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya.
Juga dibutuhkan sinergi dan keterlibatan yang intensif dari stakeholder lainnya, seperti kalangan dunia usaha, dimana mereka memiliki potensi dana zakat perusahaan dan CSR yang bisa dialirkan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat.
Terakhir, yaitu solusi ketiga, adalah dengan mendorong kebijakan ekonomi pemerintah agar lebih prorakyat. Tanpa adanya desain kebijakan yang pro rakyat miskin, nasib kaum dhuafa akan sangat sulit untuk diangkat. Wallahua’lam.
*Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB