REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Indonesia (Apersi) menilai akusisi PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BTN) oleh PT Bank Mandiri, Tbk sebaiknya dilakukan setelah Pemilihan Presiden (Pilpres). Proses akuisisi tersebut dianggap sebagai hal yang krusial sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam.
Sekretaris Jenderal Apersi Endang Kawidjaja mengatakan, proses akuisisi BTN oleh Bank Mandiri terkesan tertutup dan tidak transparan. Ia berharap prosesnya dilakukan secara transparan dan dilakukan dengan analisa yang matang dan waktu yang cukup.
"Kalau perlu sampai dengan setelah Pilpres dengan kajian yang lengkap," ujar Endang dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema, “Akuisisi BTN-Mandiri Perlu atau Tidak”, Rabu (23/4).
Menurut dia, akusisi tersebut adalah hal yang sangat strategis. Sehingga seharusnya tidak dilaksanakan pada bulan-bulan terakhir masa jabatan Kabinet Bersatu Jilid II.
Ia menekankan bahwa sebenarnya Apersi menolak akuisisi BTN oleh Bank Mandiri karena BTN telah terbukti fokus pada pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terutama menggunakan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Tahun lalu BTN mampu menyalurkan KPR FLPP sebanyak 96 persen dari total 102 ribu. Sedangkan Bank Mandiri hanya mampu menyalurkan 1,6 persen. "Siapa yang jamin setelah akuisisi tak ke arah sebaliknya. Nanti KPR BTN jadi hanya seperti Bank Mandiri sekarang," ujarnya.
Apersi, lanjut dia, membutuhkan jaminan bahwa BTN masih fokus di kredit perumahan usai diakusisi. Bahkan Pemerintah seharusnya mengeluarkan PP atau Perpres yang membuat BTN menjadi bank khusus perumahan, bukan seperti sekarang yang hanya ditugaskan untuk menyalurkan KPR. "Jadi harus bank khusus perumahan. Punya pengecualian karena melayani rakyat kecil," ujarnya.