REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Oposisi pro-Rusia di empat kota utama akan menjadi target pihak berwenang yang berusaha untuk mendapatkan kembali kontrol dari Ukraina timur yang sedang bergejolak.
"Fase aktif dari operasi anti-teroris masih akan berlanjut," kata Wakil Perdana Menteri Ukraina, Vitaliy Yarema seperti dikutip dari kantor berita milik pemerintah Ukrinform, Rabu (23/4).
Berdasarkan kesepakatan itu, kelompok-kelompok oposisi ilegal bersedia untuk melucuti senjata dan mengosongkan gedung-gedung yang diduduki dengan imbalan pemberian amnesti.
Sayangnya, perjanjian yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan di Ukraina timur, tampaknya telah goyah dalam lima hari terakhir. Kiev dan Moskow menuduh satu sama lain gagal untuk menjaga komitmen sesuai penjanjian.
Pada Selasa (22/4), Presiden Oleksandr Turchynov juga menyerukan sebuah langkah pembaruan anti-teror di seluruh negeri. Setelah sebelumnya terjadi gencatan senjata selama liburan Paskah dan adanya penemuan dua mayat dekat Slaviansk.
"Salah satu korban adalah politikus Vladimir Rybak. Dia adalah anggota parlemen lokal dan partai politik presiden," kata Turchynov seperti dikutip dari CNN.
Turchynov mengatakan, pada dasarnya para teroris telah mengambil seluruh wilayah Donetsk dan telah melintasi garis perbatasan dengan menyiksa dan membunuh patriot Ukraina. Kejahatan tersebut dilakukan dengan dukungan dari pasukan Rusia.
Tetapi berbeda halnya dengan pernyataan yang diungkapkan pemimpin pro-Rusia di Slaviansk, de facto Walikota, Vyacheslav Ponomaryov yang menolak klaim Presiden dan menyalahkan kematian pada sayap kanan nasionalis Ukraina.