REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia (UI), Yon Machmudi, mengatakan partai politik berbasis Islam sebaiknya segera membentuk koalisi keumatan yang lebih permanen dan jangka panjang guna menghindari perpecahan di internal partai.
"Konstituen parpol Islam secara umum menghendaki koalisi keumatan. Tetapi, realitasnya para elite justru melakukan banyak manuver dan terjebak dalam pragmatisme," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Deputi Direktur Institute of Leadership Development (Ilead) UI itu mencontohkan perpecahan sempat terjadi dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait koalisi.
Untungnya, katanya, para kiai senior yang mengkhawatirkan konflik ini mendorong untuk melakukan islah guna menghindari perpecahan.
"Tuntutan untuk mengusung pasangan capres dan cawapres dari kalangan umat juga menguat. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saya kira akan mengalami hal yang sama. Persaingan internal juga sangat kuat," katanya.
Menurut dia, preferensi partai kepada Jusuf Kalla untuk berpasangan akan menjadi blunder dan menyulut perpecahan.
Walaupun secara formal PKB menyodorkan Jusuf Kalla, Mahfudz MD dan Muhaimin untuk berpasangan dengan Jokowi, lanjut Yon, tetapi dapat dipastikan Jokowi akan mengambil Jusuf Kalla.
Sementara Kelompok Mahfudz yang memiliki dukungan kuat di kalangan ulama/kyai di daerah-daerah kemungkinan akan menolak.
Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), katanya, saat ini akan membahas persoalan pencapresan dan koalisi dalam rapat Majelis Syuro pada Ahad nanti (27/4).
''Suara kader mayoritas menghendaki partai dapat melakukan koalisi ideal dengan memprioritaskan koalisi keumatan,'' katanya. ''Namun, suara-suara elite dalam Majelis Syuro terbelah antara pendukung koalisi keuamatan.''
"Agaknya pengalaman partai yang cenderung merapat pada pasangan yang punya potensi besar menang dimungkinkan pembahasannya akan semakin panjang," katanya.