Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Kesultanan nusantara lain yang bisa menyusun hukum tata negara dengan berdasarkan ajaran Islam yang patut dikagumi adalah Kesultanan Siak.
Raja ke-11, yaitu Sultan Assyaidis Syarif Hasim Abdul Jalil Syarifuddin, menyusun kitab undang-undang kenegaraan yang berdasarkan ajaran Islam.
Ia sendiri telah mengenyam pendidikan di Batavia sehingga punya ide untuk membuat peraturan terstruktur, namun berdasarkan Islam. Akhirnya, ia pun melahirkan konstitusi yang dikenal sebagai al-qawaid atau Babul Qawaid.
Dinamika Hukum Islam di Indonesia
Kedudukan hukum Islam dalam tata hukum di Indonesia mengalami pasang surut. Hukum Islam bukan satu-satunya sistem hukum yang berlaku, tetapi terdapat sistem hukum lain, yaitu hukum adat dan hukum Barat. Ketiga sistem hukum ini saling memengaruhi dalam upaya pembentukan sistem hukum nasional di Indonesia.
Fase Perkembangan Hukum Islam
Masa Prapenjajahan Belanda
Hukum Islam bersandingan dengan hukum adat dan disadur sebagai hukum negara seperti di kerajaan Islam yang bercokol di nusantara, mulai dari Sumatra hingga Pulau Jawa.
Di antaranya, Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram, Kesultanan Cirebon, Banten, Ternate, Buton, Sumbawa, Kalimantan Selatan, Kutai, Pontianak, dan Palembang.
Secara kelembagaan, implementasi hukum ini digawangi oleh lembaga peradilan, seperti Mahkamah Syar'iyah di Sumatra, Kerapatan Qadhi di Banjar dan Pontianak, dan Pengadilan Serambi di Jawa
Masa Kolonial
Hukum Islam sepenuhnya bagi orang Islam. Pada 25 Mei 1670 Belanda mengeluarkan Resolute de Indeshe Regeering yang berisi pemberlakuan hukum waris dan hukum perkawinan Islam pada pengadilan VOC bagi orang Indonesia
Pada 1750 Compendium der Voornaamste Javaansche Wetten nauwkeurig getrokken uit het Mohammedaansche Wetboek Mogharraer. Peraturan ini merupakan koleksi hukum Jawa primer yang diambil dari kitab al-Muharrar dan diberlakukan untuk Landraad (pengadilan umum) di Semarang.
Kebijakan adopsi terhadap hukum Islam berlangsung hingga masa pemerintahan Gubernur Jendral Daendels (1808-1811).