REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Organisasi pemerhati satwa WWF menyatakan sebanyak 43 kasus pembunuhan gajah Sumatra liar di Provinsi Riau selama tiga tahun terakhir belum kunjung terungkap, yang dikhawatirkan akan makin mempercepat laju berkurangnya populasi satwa dilindungi itu menuju kepunahan.
"Dalam tiga tahun terakhir kasus kematian gajah sangat tinggi dan kami takutkan masyarakat akan beranggapan kematian gajah itu adalah biasa, padahal seluruhnya mati akibat diracun," kata Humas WWF Program Riau, Syamsidar di Pekanbaru, Senin (28/4).
Ia menjabarkan kasus pembunuhan gajah Sumatera liar pada 2012 yang belum terungkap mencapai 15 kasus. Pada 2013, jumlahnya juga tinggi yakni mencapai 14 kasus dimana 13 kematian gajah terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Sedangkan, pada 2014 jumlahnya makin meningkat karena pada kurun Januari-Maret sudah ditemukan 14 kasus pembunuhan gajah.
Bahkan, satu kasus kematian terjadi dalam proses relokasi gajah liar dari habitatnya di huta Kabupaten Rokan Hulu ke Pusat Konservasi Gajah di Minas, Kabupaten Siak pada 1 Januari lalu. Namun, hingga kini kasus tersebut tidak jelas pangkal ujungnya siapa yang harus bertanggung jawab.
Sementara itu, satu kasus pembunuhan gajah ditemukan di konsesi perusahaan industri kehutanan di daerah Duri, Kabupaten Bengkalis. Kemudian, 11 kasus kematian gajah juga ditemukan di konsesi perusahaan di Kabupaten Pelalawan dimana belasan gajah mati baru ditemukan ketika sudah dalam wujud kerangka. Selain itu, satu gajah yang dipasangi kalung GPS juga mati di Taman Nasional Tesso Nilo pada bulan Maret.
Syamsidar mengatakan, populasi gajah berdasarkan estimasi tahun 2009 di Riau mencapai 150-200 ekor. Namun, menurutnya, jumlah itu kemungkinan besar berkurang jauh karena tingginya kasus pembunuhan gajah pada tiga tahun terakhir.