REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri keuangan Agus Martowardojo menolak bertanggung-jawab soal lolosnya pengajuan uang negara senilai Rp 2,5 triliun untuk jasa pembangunan konstruksi serta fasilitas P3SON di Hambalang.
Kata dia, pengajuan anggaran tahun jamak itu semestinya dapat dibendung, kalau saja disposisi darinya kepada Dirjen Anggaran Anny Ratnawati ditaati.
Disposisi tersebut adalah meminta agar pejabat esselon satu di bawahnya itu, memperhatikan imbauan dari Menkeu tentang proses pengajuan anggaran oleh Kemepora tersebut.
"Saya sampaikan, 'selesaikan'. Selesaikan, maksud saya, harus mengacu prosedur dan aturan yang berlaku," ujar Agus, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (28/4).
Hal tersebut, dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, saat menjadi saksi dalam persidangan lanjutan perkara korupsi di Hambalang, atas terdakwa, mantan Menpora, Andi Alfian Mallarangeng.
Kehadiran Agus untuk perkara Andi, adalah perdana. Agus pernah jadi saksi perkara sama tetapi atas terpidana, mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar.
Dalam kesaksiannya, Agus menceritakan dirinya sebenarnya tidak tahu menahu tentang pengajuan anggaran tahun jamak oleh Kemenpora. Dia hanya mengetahui tentang adanya nota dinas dari internal Kemenkeu, terkait permintaan perubahan anggaran biasa, menjadi anggaran tahun jamak.
"Semula Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Nota itu saya lihat tertanggal 29 November 2009," terang dia.
Nota itu diungkapkan dia, dilanjutkan dengan mempersilahkan Kemenpora menyesuaikan proses pengajuan, sesuai dengan aturan baku. Pengajuan anggaran tahun jamak itu, diterangkan Agus, harus mengikutsertakan persetujuan menteri pemohon dan menteri terkait.
Kata dia, pembanguan P3SON Hambalang, mengharuskan ada persetujuan minimal dua menteri. Satu Andi sebagai Menpora serta Djoko Kirmanto, sebagai Menteri Pembangunan Umum. Tetapi, diceritakan dia, permohonan tahun jamak tersebut tak dilengkapi dengan syarat baku di Kemenkeu itu.
Kata dia, permohonan dari Rp 125 miliar ke Rp 2,5 triliun itu, hanya ditandatangani oleh Sesmenpora Wafid Muharram.
Karena itu, Agus meminta agar proses pengajuan tahun jamak itu diaudit. Meski pun audit tersebut dilakukan setelah adanya indikasi korupsi, tetapi dikatakan dia, audit memang menunjukkan adanya tiga hal kejanggalan.
Agus mengungkapkan, tiga kejanggalan itu antara lain, proses pengajuan anggaran tahun jamak Kemenpora tidak lengkap. Selain hanya ditandatangani oleh Sesmenpora, permohonan itu pun tak melampirkan persetujuan dari Menteri PU sebagai pejabat tekhnis.
Temuan lainnya, permohonan itu pun tak menerangkan rencana anggaran biaya (RAB) dan kerangka kerja.