REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Usaha mempromosikan Indonesia di luar negeri pasti selalu mendapat sambutan baik. Namun di Melbourne, hal ini menjadi pembicaraan karena Ahad (4/5) mendatang akan dilangsungkan dua kegiatan dalam waktu bersamaan.
Kegiatan pertama adalah Satay Festival yang akan dilangsungkan di Box Hill Town Hall, sekitar 20 kilometer dari Melbourne CBD, sedangkan kegiatan lainnya adalah Indonesia Street Festival akan diselenggarakan di Queen Victoria Market, pasar tradisional terbesar di pusat kota Melbourne.
Bila penyelenggara Satay Festival adalah Perwira, perkumpulan warga Indonesia di Melbourne, maka penyelenggara Indonesia Street Festival adalah sebuah event organizer bernama Alive Foundation yang dimotori oleh seorang pengusaha asal Malaysia yang tinggal di Melbourne Albert Lim.
Di tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan kedua acara tersebut dilangsungkan di waktu yang berbeda dan karenanya tidak menjadi masalah, sama dengan berbagai festival yang mempromosikan Indonesia lainnya yang juga berlangsung dari waktu ke waktu.
Dalam sepekan terakhir, beberapa warga Indonesia di Melbourne menyayangkan bahwa adanya jadwal yang tabrakan tersebut namun di sisi lain, ada juga yang mengatakan bahwa setiap usaha untuk mempromosikan Indonesia tetaplah patut didukung.
Walau bukan karena jadwal yang "tabrakan" tersebut, KJRI di Melbourne juga ikut terlibat dalam masalah ini dengan meminta kepada penyelenggara Indonesia Street Festival untuk tidak menggunakan logo KJRI dalam mempromosikan acara tersebut.
"Bersama ini kami sampaikan bahwa KJRI Melbourne bukan merupakan sponsor pada kegiatan "Indonesia Street Festival 2014". Pemasangan logo KJRI pada bahan promosi acara tersebut dilakukan tanpa persetujuan KJRI Melbourne terlebih dahulu. KJRI Melbourne telah meminta secara resmi kepada pihak pelaksana festival untuk mencabut logo kami dari seluruh material publikasi maupun promosi "Indonesia Street Festival 2014"," demikian keterangan yang dibuat KJRI di halaman Facebook mereka, Selasa (24/4).
Menurut Vitrio Naldi, staf KJRI Melbourne, KJRI lebih mendukung kegiatan Satay Festival karena ini merupakan inisiatif dari masyarakat Indonesia yang berkumpul dalam Perwira, ormas tertua di kota Melbourne.
Dikatakan oleh Naldi, bahwa kegiatan yang dilakukan Alive Foundation dalam soal Indonesia Street Festival tidak sepenuhnya merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat Indonesia.
"Dari 26 stall yang ada, hanya 12 stall yang diisi restoran/komunitas Indonesia. Komunitas Indonesia belum jadi mitra acara, mereka hanya dianggap sebagai peserta biasa," kata Naldi mengenai mengapa KJRI tidak mendukung Indonesia Street Festival.
Menurutnya, tahun lalu, Festival ini diberi nama Garuda Street Festival karena disponsori oleh perusahaan penerbangan Garuda. "Kita sudah menyarankan bahwa karena ini tidak saja melibatkan masyarakat Indonesia, festival diberi nama ASEAN street Festival," tambah Naldi.
Namun sejauh ini, permintaan KJRI tidak ditanggapi oleh Alive Foundation. "Jadi sebenarnya kita tidak mendukung bukan karena tahun ini tabrakan tapi karena festival itu tidak sesuai dengan aspirasi kita," kata Naldi.
Terlepas dari itu semua, seorang warga Indonesia yang sudah lama tinggal di Melbourne melihat bahwa kegiatan yang dilakukan di lokasi Queen Victoria Market oleh Alive Foundation juga bernilai.
"Selama ini saya belum pernah melihat ada kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan Indonesia di pasar tersebut. Istilahnya belum ada yang berani melakukannya," kata warga tersebut.
Namun seorang warga lain mengkhawatirkan bahwa dengan adanya dua festival di tempat yang berbeda, maka pengunjung terutama masyarakat Indonesia akan terpecah guna mendatangi salah satu festival saja.