REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Karya-karya ulama lokal menjadi referensi kajian Islam.
Karya lainnya adalah Manhaj Zawin Nazhar fi Syarhi Manzhumati `Ilmil Atsar yang selesai pada 1911. Kitab ini adalah bukti ulama nusantara mampu menulis ilmu hadis yang sangat tinggi nilainya. Kitab ini menjadi rujukan para ulama di dunia, terutama ulama-ulama hadis.
Hampir semua pondok pesantren di Indonesia menggunakan kitab-kitab karangan Syekh Mahfudz. Banyak karyanya yang dijadikan literatur wajib di perguruan tinggi di Maroko, Arab Saudi, Irak, dan negara-negara lainnya. Sampai sekarang sejumlah kitabnya masih digunakan dalam pengajian di Masjidil Haram.
Indonesia juga memiliki kiai kharismatik KH Abdullah bin Nuh. Ia lahir di Cianjur pada 30 Juni 1905. Saat anak-anak, ia sempat tinggal di Makkah.
Dia melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah. Dalam usia 13 tahun, ia sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab.
Ahmad Ubaidillah dalam buku Sembilan Mutiara Hikmah mengatakan, Kiai Abdullah mempunyai pemikiran mendalam tentang al-Ghazali.
Dia rutin mengajar kitab Ihya Ulumuddin dalam pengajian mingguan yang dihadiri banyak ustadz di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan sekitarnya. Dia mendirikan perguruan Islam bernama Majlis al-Ghazali.
Selain mahir berbahasa Arab, beliau juga menguasai bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Prancis secara autodidak. Kiai Abdullah mampu menggubah syair-syair dalam bahasa Arab.
Ia juga menulis sejumlah buku dalam bahasa Arab. Mantan Menteri Agama M Maftuh Basyuni adalah muridnya saat belajar di Sastra Arab Universitas Indonesia.
Terdapat lebih dari 20 karya beliau. Di antara karyanya yang terkenal adalah Kamus Indonesia-Inggris-Arab, Studi Islam dan Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Banten, Fi Zhilalil Kabah al Bait al Haram dan Al Islam wa al Syubhat al Ashriyah.