Selasa 29 Apr 2014 18:20 WIB

Dirut Indoguna: Saya Korban Elda-Fathanah

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Muhammad Hafil
Pledoi Elizabeth Liman. Terdakwa Kasus dugaan suap penambahan kuota impor daging sapi, Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/4).
Foto: Republika/ Wihdan
Pledoi Elizabeth Liman. Terdakwa Kasus dugaan suap penambahan kuota impor daging sapi, Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman menegaskan dalam nota keberatannya (pledoi) tidak sepakat dengan tuntutan jaksa dalam kasus dugaan penyuapan terkait pengurusan kuota impor daging sapi. Dalam kasus ini, Maria menyatakan hanya menjadi korban dari Elda Devianne Adiningrat alias Bunda dan Ahmad Fathanah.

"Saya jadi korban penipuan dari Elda dan Fathanah yang ternyata merupakan makelar atau calo di Kementerian Pertanian (Kementan)," kata Maria, saat membacakan pledoi pribadinya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (29/4). Menurut dia, nasibnya yang kini jadi terdakwa di pengadilan adalah malapetaka yang diakibatkan Elda dan Fathanah.

Maria menyesal memutuskan untuk bertemu Elda pada Oktober 2012. Ia baru mengetahui Elda ternyata bermasalah dengan hukum. Melalui Elda ini pada akhirnya Maria mengenal Fathanah. Karena hubungan dengan keduanya ini, Maria mengatakan, pada akhirnya dia menjadi terdakwa. "Mereka berdua menjerumuskan saya," kata dia.

Dalam pledoinya, Maria membantah terlibat dalam pengurusan kuota impor daging sapi PT Indoguna dan anak perusahaannya. Ia mengatakan, sudah tidak lagi aktif berkegiatan di perusahaan dan menyerahkan urusan tersebut pada Direktur SDM dan General Affair PT Indoguna Juard Effendi. Karena itu Maria tidak sepakat dengan tuntutan jaksa mengenai keterlibatannya dalam pengurusan kuota daging.

Maria memang tidak membantah pernah bertemu dua kali dengan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang saat itu menjabat sebagai anggotaa DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia mengaku hanya dikenalkan Luthfi sebagai Presiden PKS. Namun, menurut dia, itu semua atas inisiatif Fathanah dan Elda. Saat bertemu Luthfi, ia pun membantah telah membahas mengenai penambahan kuota impor daging sapi. "Tapi maraknya kejadian bakso dicampur daging celeng," kata dia.

Saat bertemu dengan Luthfi, Maria mengatakan, tidak pernah meminta untuk bertemu siapapun, termasuk Menteri Pertanian Suswono. Memang ia tidak menyangkal pernah bertemu dengan Suswono di Medan, 11 Januari 2013, di kamar hotel tempat menginap Luthfi. Namun, ia mengaku datang atas ajakan Elda dan tidak mengetahui akan bertemu Suswono. Dalam pertemuan itu hadir pula Luthfi, Ahmad Fathanah, dan kawan Suswono, Suwarso.

Maria membantah telah membicarakan mengenai penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna dengan Suswono. Ia mengatakan posisi dirinya adalah sebagai mantan ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi). Saat itu, Maria mengatakan hanya memaparkan terjadinya krisis daging sapi dan maraknya praktik jual beli kuota. Menurut Maria, Suswono saat itu pun menyatakan data yang dipaparkannya tidak valid dan meminta untuk terlebih dulu diuji.

Mengenai uang Rp 300 juta, Maria mengatakan, itu merupakan permintaan Elda. Ia kemudian meminta Direktur Operasional PT Indoguna Arya Abdi Effendy untuk memberikan uang itu pada Elda. Maria mengeluarkan dana itu sebagai uang transportasi Elda yang telah membantu Juard. Namun dalam persidangan, ia mengatakan, uang itu diterima Fathanah dan dipergunakan untuk proyek PLTS.

Maria juga menjelaskan mengenai uang Rp 1 miliar. Ia mengatakan, Fathanah meminta dana itu kepada Arya untuk dana bantuan kemanusiaan. Berdasarkan kesaksian Fathanah, menurut dia, uang itu ada yang akan digunakan untuk membayar jasa interior rumah dan cicilan mobil. "Pemberian itu tidak ada kaitan sama sekali dengan impor," kata dia.

Mengenai impor, Maria mengaku sudah mengetahui sudah tidak ada jatah lagi. Karena itu, ia membantah apa yang telah didakwakan jaksa. Ia pun menyatakan tidak pernah memberikan dana Rp 1,3 miliar untuk Luthfi melalui Fathanah sebagaimana dakwaan jaksa. "Di mana dan alat bukti apa saya menjanjikan sesuatu kepada ustadz LHI selaku pejabat negara," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement