REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak adanya izin Jaksa Agung dalam proses pemeriksaan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar diharap dapat membatalkan hukumannya. Sebab ada kasus serupa yang dinilai dapat menjadi contoh cacat prosedur dapat membebaskan pihak berperkara dari dakwaan.
Pengacara Antasari, Bonyamin Saiman mengatakan, putusan No. 2588/K/Pid.Sus/2010 atas nama Terdakwa Frengki dan Yusliadi dengan tuntutan di atas 5 tahun penjara dan , putusan No. 2026/K/Pid/2011 atas nama Hartono alias Toni bin Umar yang terancam hukuman mati, melalui proses pemeriksaan tanpa didampingi kuasa hukum
“Ada cacat prosedur di sana, akhirnya pengadilan memutus bahwa para pihak tersebut bebas dari dakwaan hukum. Saya harap itu bisa terjadi pada kasus Antasari,” kata Boyamin saat diubungi Republika, Rabu (30/4).
Namun hal itu dibantah Hakim Agun Gayus Lumbun. Menurut dia, secara umum, Kalau ada terdakwa yang dituntut hukuman mati atau di atas 5 tahun penjara, ia berhak didampingi kuasa hukum, jika tidak, kami akan seleksi terlebih dahulu.
Apakah ini merupakan keinginanya sendiri atau bukan. Kalau dia menjawab tidak butuh pengacara pun, akan ditanya lebih lanjut mengenai alasannya. Cacat prosedur itu bisa berimplikasi bebas dari dakwaan kalau memenuhi ketentuan KUHAP. Artinya bisa batal demi hukum atau karena hukum.
“Kekeliruan dalam proses hukum merupakan kelalaian pihak penegak hukum. Namun hal itu tidak memiliki dampak terhadap orang yang dirugikan. Kalau benar ada penyimpangan, sanksinya langsung diberikan ke penegak hukum terkait,” kata Gayus.
Namun dia enggan mengomentari kalau hal ini berkaitan dengan kasus Antasari. Alasannya, akan menjadi persoalan kalau nanti pihaknya ditunjuk sebagai hakim yang menyidangkan kasus tersebut. Pernyataan ia sekarang ini khawatir akan menjadi pembenaran pihak berperkara.