REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y. Tohari mengatakan partai politik tengah mengalami kebuntuan dalam menentukan mitra koalisi. Ini terjadi karena tidak ada satupun partai yang menang mutlak dan menembus ambang batas suara presidential threshold.
"Kita menghadapi kerumitan bagi munculnya pasangan capres-cawapres dari partai politik," kata Hajriyanto dalam diskusi "Membaca Arah Koalisi Pasca Pileg" di Habibie Center, Jakarta Selatan, Rabu (30/4).
Hajriyanto juga berpendapat kebuntuan koalisi terjadi karena faksi-faksi yang ada di tiap-tiap partai. Menurutnya faksi-faksi di internal partai memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam menentukan koalisi capres-cawapres.
Hajriyanto berpendapat koalisi partai politik biasanya dibangun berdasarkan tiga aspek yakni aspek ideologis, program, dan ketokohan. Aspek ideologis biasanya membicarakan koalisi dengan hal-hal ideal berupa platfrom, ideologis.
Ketika aspek ideologi tidak bisa dipertemukan, maka partai politik biasnya menggunakan aspek program untuk mencari titik temu koalisi. "Misalnya Partai Golkar dengan partai Islam mencari titik temu dalam program-program yang menyangkut keislaman," kata Hajriyanto.
Sedangankan aspek ketokohan menyangkut figur yang akan diusung sebagai capres cawapres dalam koalisi. Biasanya, aspek ketokohan akan ditempuh ketika aspek ideologis dan program mengalami kebuntuan. Aspek ketokohan bersifat pragmatis karena hanya menyangkut kepentingan suara alias peluang kemenangan.