Kamis 01 May 2014 08:46 WIB

Mengharamkan yang Halal akan Membahayakan (2)

Halal dan haram.
Foto: Blogspot.com
Halal dan haram.

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah Allah mengutus Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir dengan membawa agama yang universal dan abadi, maka salah satu di antara rahmat kasih Allah kepada manusia—sesudah manusia itu matang dan dewasa berpikir—dihapusnya beban haram yang pernah diberikan Allah.

Hal ini sebagai hukuman sementara yang bermotif mendidik karena beban tersebut cukup berat dan menyusahkan masyarakat.

Kerasulan Nabi Muhammad ini telah disebutkan dalam Taurat, dan namanya pun sudah dikenal oleh ahli-ahli kitab, yaitu seperti yang disebutkan dalam Alquran:

"Mereka (ahli kitab) itu mengetahui dia (nama Muhammad) tertulis di sisi mereka dalam Taurat dan Injil—dengan tugas—untuk mengajak kepada kebajikan dan melarang daripada kemungkaran, dan menghalalkan kepada mereka yang baik-baik, dan mengharamkan atas mereka yang tidak baik, serta mencabut dari mereka beban mereka dan belenggu yang ada pada mereka." (QS al-A'raf: 157)

Cara Allah menutupi kesalahan dalam Islam bukan dengan mengharamkan barang-barang baik yang lain, tetapi ada beberapa hal.

Di antaranya:

  • Tobat dengan ikhlas (taubatan nasuha). Tobat ini dapat menghapuskan dosa bagaikan air jernih yang dapat menghilangkan kotoran.
  • Dengan mengerjakan amalan-amalan yang baik, karena amalan-amalan yang baik itu dapat menghilangkan kejelekan.
  • Dengan bersedekah karena sedekah itu dapat menghapus dosa, bagaikan air yang dapat memadamkan api.
  • Dengan ditimpa oleh beberapa musibah dan cobaan, dimana musibah dan cobaan itu dapat meleburkan kesalahan-kesalahan, bagaikan daun pohon kalau sudah kering akan menjadi hancur.

Dengan demikian, dalam Islam dikenal, bahwa mengharamkan sesuatu yang halal itu dapat membawa satu keburukan dan bahaya. Sedang seluruh bentuk bahaya adalah hukumnya haram.

Sebaliknya, yang bermanfaat hukumnya halal. Kalau suatu persoalan bahayanya lebih besar daripada manfaatnya, maka hal tersebut hukumnya haram. Sebaliknya, kalau manfaatnya lebih besar, maka hukumnya menjadi halal.

Kaidah ini diperjelas sendiri oleh Alquran. Misalnya tentang arak, Allah berfirman. "Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang hukumnya arak dan berjudi, maka jawablah: bahwa keduanya itu ada suatu dosa yang besar, di samping dia juga bermanfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." (QS al-Baqarah: 219)

sumber : Halal dan Haram dalam Islam
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement