REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pepatah bijak mengatakan ‘gantungkan cita-cita-mu setinggi langit.’ Artinya, tiap orang berhak atau boleh bermimpi menjadi apa saja yang dia mau.
Selama ini, profesi dokter, polisi, dan insinyur lebih sering terdengar sebagai cita-cita yang terlontar dari bibir anak-anak. Tantangan inilah yang coba dijawab oleh Kelas Inspirasi di Indonesia. Persoalannya, bagaimana menumbuhkan mimpi atau cita-cita pada anak-anak? Bagaimana caranya mengenalkan berbagai macam profesi kepada mereka?
Saat Matthew Mendelshon, seorang penulis yang juga direktur perusahaan aksesoris di Indonesia, mencoba mengajak murid-murid SD Paseban 03 Jakarta untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan hari itu, mereka menjawabnya dengan malu dan ragu.
Keberadaan Matthew di sana untuk berbagi mengenai profesinya sebagai penulis. Pria berkebangsaan Kanada yang fasih berbahasa Indonesia ini tengah mengikuti program Kelas Inspirasi.
Matthew mengatakan, ia mengetahui Kelas Inspirasi dari seorang rekannya. Ia termotivasi untuk ikut serta karena perhatiannya yang cukup besar terhadap dunia pendidikan Indonesia, walau ia sendiri bukan warga negara Indonesia.
Kelas Inspirasi memang bukan kelas biasa. Para pengajar yang masuk ke kelas bukan-lah para guru yang mengajar mata pelajaran. Mereka adalah profesional dari berbagai bidang, yang tergerak hatinya untuk berbagi mimpi kepada generasi muda.
Semuanya berpartisipasi tanpa meminta bayaran. Siapa saja boleh mendaftar. Menurut Meylin Chisilia, koordinator Sosialiasi Kelas Inspirasi, semangat kesukarelaan dari para profesionallah yang membuat program ini telah berjalan dua tahun dan berhasil menarik banyak minat.
Dalam Kelas Inspirasi Jakarta periode April 2014 lalu, lebih dari 1.200 pelamar mendaftar untuk menjadi relawan pengajar, namun hanya sekitar 740 dari mereka yang diterima, termasuk relawan yang bertugas sebagai juru foto dan videografer.
Saking semangatnya para relawan pengajar untuk berbagi, masing-masing dari mereka punya taktik tersendiri. Denny Turner, seorang Personal Advisor asal Indonesia, mengaku, ia mencoba menerjemahkan profesi yang digelutinya, agar lebih mudah dipahami anak-anak.
Denny menjelaskan kepada anak-anak bahwa profesi yang ia miliki seperti layaknya guru. Ia pun samgat terharu terhadap respons murid-murid SD tersebut.
Pengalaman serupa juga dituturkan oleh Latifa Inon Azzuri yang berprofesi sebagai insinyur bangunan lepas pantai. Demi menarik perhatian anak-anak, Inon membawa beberapa peralatan yang biasa ia gunakan kala bekerja, termasuk seragam dinasnya yang berwarna merah. Strategi ini dinilai Inon cukup berhasil karena murid-murid sekolah dasar itu akhirnya berebut untuk melihat dari dekat apa yang ia sajikan.
Lantas bagaimana para siswa sekolah dasar itu menanggapi semangat yang disebar kelas inspirasi?
Rifki, seorang siswa kelas V SD Paseban 03, mengatakan, ia cukup ternispirasi oleh kehadiran guru-guru dadakan di kelasnya. Ia pun menuturkan cita-citanya untuk menjadi insinyur seperti salah seorang relawan pengajar favoritnya.
Tumbuhnya mimpi dan cita-cita pada anak-anak adalah tujuan yang ingin diraih Kelas Inspirasi yang juga diharapkan oleh pihak sekolah.
Menurut Agus Syaifuddin, guru SDN Djohar Baru 9 Jakarta, yang merupakan salah satu sekolah yang sasaran Kelas Inspirasi, program ini sangat membantu anak-anak untuk mengenal berbagai profesi yang tak pernah mereka kenal sebelumnya. Ia menambahkan, cerita yang disampaikan para relawan pengajar mampu membangkitkan semangat memupuk cita-cita pada diri anak.
Memang tak dipungkiri, program yang menyasar anak-anak usia sekolah dasar ini menyimpan tantangan tersendiri bagi para relawan pengajar.
Wendy Putranto, salah satu relawan pengajar yang juga editor eksekutif majalah Rolling Stone Indonesia, menguraikan, mengajar anak-anak SD lebih sulit ketimbang mengajar anak-anak SMA atau kuliah, karena pengajar dituntut untuk lebih fokus agar anak-anak di bawah umur tersebut dapat menangkap apa yang disampaikan.