REPUBLIKA.CO.ID, INCHEON -- Kapal feri Sewol dilaporkan kerap alami kelebihan muatan dalam setiap perjalanan yang dilakukan. Sebuah dokumen menunjukan jika dalam 246 kali perjalanan yang dilalui oleh kapal Sewol ini, mereka selalu membawa penumpang dalam keadaan tidak aman karena muatan kargo yang lebih dari batas maksimal.
Dokumen tersebut juga mengungkapkan bahwa kapal feri Sewol kerap membawa ratusan penumpang dalam keadaan tidak aman selama 13 bulan sebelum tragedi tenggelamnya kapal tersebut terjadi. Pada perjalanan terakhirnya, kapal feri Sewol diduga telah jauh melampaui batas muatan barang dari yang sebelumnya ada.
Kurang ketatnya pantauan keamanan pada kapal penumpang domestik juga memiliki andil besar dalam bencana tenggelamnya kapal feri Sewol. Aturan-aturan mengenai muatan pada kapal penumpang domestik disebut-sebut tidak ketat jika dibandingkan kapal yang khusus melayani jasa pengiriman barang.
Kapal-kapal penumpang domestik di Korea Selatan tidak diwajibkan untuk melaporkan beban muatannya pada The Korean Register of shipping (KR), sebuah lembaga yang melakukan verikasi serta sertifikasi pengiriman barang-barang melalui laut. Selama ini, Kapal Feri Sewol diduga memanfaat hal ini dan tidak pernah melaporkan jumlah muatannya.
Pihak KR berkilah dengan mengatakan telah memberi aturan-aturan mengenai batas muatan kargo di kapal feri Sewol pada awal tahun lalu. Kapal feri Sewol yang dirancang untuk menangani lebih banyak penumpang, diberikan muatan kargo lebih sedikit. Hanya 987 ton jumlah kargo yang diizinkan pada kapal feri Sewol, jumlah ini setengah dari yang biasanya diperbolehkan.
Namun, pihak KR diketahui hanya memberi laporannya pada perusahaan pemilik kapal, Chonghaejin Marine. "Ini adalah kesalahan fatal, terdapat banyak celah bagi pihak kapal feri Sewol untuk membela diri," ujar Lee Kyu Yeul, professor di Departemen Arsitektur dan Teknik Kelautan Universitas Seoul.