REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia, mendapati suasana gelisah pada hari pertama penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tingkat SMP dan sederajat. Raut kegelisahan yang tampak dari sejumlah siswa dan pengawas ruangan itu lantaran adanya kebingungan saat pembagian paket soal ujian kepada siswa.
Selepas dering bel tanda ujian dimulai pukul 07.30 WIB, guru pengawas seperti biasa membuka amplop paket ujian. Namun sejumlah pengawas ruang sedikit terkejut ketika melihat paket soal yang terdiri atas dua bundel. Padahal biasanya, paket soal yang ada dalam amplop terdiri atas satu bundel dan berjumlah maksimal 20 paket soal plus 1 (satu) soal cadangan.
Atas kejanggalan itu, situasi ruang ujian dirundung kegelisahan, bahkan sedikit kepanikan. Beberapa pengawas ruang berhamburan ke luar untuk menanyakan kejelasan dari dua bundel soal yang mereka temukan. Sementara siswa peserta ujian tidak luput dari kebingungan lantaran paket soal yang mereka terima dimulai dari nomor 12 dan hanya sampai nomor 39 (seharusnya 1 sampai 50).
"Bu, paket soal saya ada nomor yang kurang," keluh sejumlah siswa kepada pengawas ruangan.
Hal ini terjadi ketika Tim Pemantau UN SMP Ombudsman RI melakukan monitoring pelaksanaan ujian ke sejumlah sekolah, di antaranya SMPN 1 Kota Palangkaraya. Tim yang diterjunkan langsung dari ibukota ini mengawal pelaksanaan ujian bersama dengan Tim Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Tengah.
Ketua Tim Monitoring UN 2014 Ombudsman RI Pusat, Rully Amirulloh, mengatakan, atas kejadian itu, proses pengerjaan UN sempat tertunda kurang lebih 15 menit dari waktu yang seharusnya.
Menurut Rully, beberapa pengawas memang cukup sigap menanggapi kejadian itu. Mereka membaca kembali petunjuk yang ada dalam amplop dan mendapati keterangan terkait dua bundel soal yang ditemukan. Meski begitu, menurut Rully, kejadian ini jelas menimbulkan dampak bagi siswa.
"Pertama, waktu siswa untuk mengerjakan soal UN berkurang. Konsentrasi pun terganggu karena ketidakjelasan mengenai paket soal yang dikerjakan,” ujar Rully dalam siaran persnya kepada ROL, Senin (5/5).
“Sejumlah masalah seperti ada dua nomor soal yang ganda, yakni nomor 12 dan 39 (terdapat dalam dua bundel soal yang diterima siswa). Meskipun ada petunjuk dalam amplop, namun siapa yang bisa menjamin adanya kesepahaman serupa antar semua guru pengawas dan bagaimana sosialisasi yang dilakukan terkait hal itu?" terang Rully.
Persoalan lain terkait temuan Ombudsman tersebut, ungkap Rully, berupa salah satu bundel memuat kurang lebih 20 soal yang serupa, yakni nomor 1-12 dan 39-50. Artinya, 20 paket soal yang sebelumnya dijanjikan Kemendikbud berbeda secara keseluruhan, ternyata ada kurang lebih 20 soal yang sama dalam satu ruangan.
Mencermati hal ini, Ombudsman menyayangkan peran LPMP yang belum maksimal. Selaku pengawas pelaksanaan UN SMP sederajat, LPMP memiliki tugas dan tanggung jawab menjelaskan peran pengawas pelaksanaan UN di satuan pendidikan dan atau di kabupaten/kota. “Seharusnya hal seperti ini sudah dapat diantisipasi oleh LPMP dan Dinas Pendidikan sehingga tidak menimbulkan kegelisahan atau kepanikan bagi para peserta ujian.”
Rully memastikan, temuan ini tidak hanya terjadi di Kota Palangkaraya. Temuan serupa juga terjadi di Gorontalo dan Jakarta. "Ini berdasarkan update informasi tim yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia dan tidak menutup kemungkinan, temuan yang sama juga ada di provinsi lain mengingat Ombudsman RI melakukan pemantauan pelaksaaan UN di 33 provinsi," ungkap Rully.
Terkait hal ini, Rully berharap dalam sisa tiga hari ujian pasca ujian hari ini, temuan serupa tidak terjadi lagi. Sehingga para siswa tidak terganggu dalam proses mengerjakan soal Ujian Nasional. "Dan siswa tidak dirugikan juga atas kebingungan ini," katanya.