REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Bali mendesak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat untuk menghentikan siaran iklan pengobatan alternatif pada berbagai lembaga penyiaran karena dinilai cenderung menyesatkan masyarakat.
"Jika iklan pengobatan alternatif yang menyesatkan di lembaga penyiaran tetap dibiarkan, kondisi tersebut akan sangat membahayakan bagi masyarakat awam. Jangan sampai masyarakat tertipu dengan iklan pengobatan yang menyesatkan," kata Sekretaris IDI Bali dr. I Made Sudarmaja dalam rapat koordinasi pelayanan kesehatan tradisional, alternatif, dan komplementer, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, kalau KPID Bali mampu menindak tegas, satu atau dua iklan pengobatan saja itu sudah cukup bagus. Masyarakat akan terselamatkan dari iklan pengobatan yang menyesatkan."Paling tidak ada usaha untuk menyelamatkan masyarakat, pahalanya cukup bagus bagi KPID Bali," ujar Sudarmaja.
Sementara itu, anggota KPID Bali I Nengah Muliarta mengapresiasi desakan IDI Bali. Akan tetapi, pihaknya hanya berwenang menegur lembaga penyiarannya saja, sedangkan jasa pengobatan alternatifnya merupakan wewenang Dinas Kesehatan karena izin praktiknya ada di dinas kabupaten/kota.
Di sisi lain, kata dia, ketika iklan pengobatan dihentikan di satu lembaga penyiaran, akan pindah ke lembaga penyiaran lainnya. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan harus tegas menertibkan atau melakukan pembinaan terhadap jasa pengobatan alternatif.
"Kami paling jauh hanya bisa menanyakan apakah pengobatan alternatif tersebut telah mendapat izin dari instansi berwenang. Kalau sudah memiliki izin, tidak ada larangan untuk berpromosi. Yang kami tidak tahu kemudian apakah izinya asli atau abal-abal, nah, itu di luar kewenangan kami" ujarnya.
Permasalahan lainnya, tambah Muliarta, ketika lembaga penyiaran sudah dihentikan semua, iklan pengobatan akan pindah ke media cetak. Ketika di media cetak bukan lagi kewenangan KPI, melainkan kewenangan Dewan Pers.
"Pada kondisi lain, bisa saja penyedia jasa pengobatan alternatif tersebut beriklan di radio dan TV online. Secara aturan kewenangan kami belum sampai ke sana," katanya.
KPID Bali berharap Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi dapat memberikan data jasa pengobatan alternatif yang telah memiliki izin sehingga ke depan dapat dijadikan panduan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan iklan pengobatan alternatif di lembaga penyiaran.
Kepala Subdit Penapisan dan Kemitraan Dit Bina Yankes Tradkom Kemenkes RI Sumanto mengakui memang ada jasa pengobatan alternatif yang menggunakan izin abal-abal atau palsu yang tentunya akan mengelabui petugas dan masyarakat.
"Kadangkala jasa pengobatan mendapatkan izin di Jakarta. Namun, kemudian izin tersebut digunakan untuk beroperasional di daerah Lain. Padahal, izin praktik di suatu kabupaten dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan kabupaten setempat. Kadang kami dibuat kaget, mereka memajang izin di tempat praktik, sedangkan kami merasa tidak pernah mengeluaarkan izin tersebut," ucap Sumanto.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya menyebutkan dari hasil uji petik pembinaan pada enam sarana pengobatan alternatif di Denpasar menunjukkan keseluruhanya tidak memiliki izin.
Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan pada tanggal 13--14 Februari 2014 juga menunjukkan bahwa jasa pengobatan tersebut telah menyesatkan masyarakat.
"Parahnya dia menggunakan antibiotik, kalau tidak bisa menggunakan antibiotik, bisa jadi racun," kata Suarjaya.
Suarjaya berjanji memberikan data terkait dengan jasa pengobatan alternatif yang telah memiliki izin kepada KPID Bali. Hal tersebut untuk mempermudah KPID Bali dalam melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap iklan pengobatan alternatif.
"Kami harapkan, ke depan tidak ada lagi iklan pengobatan alternatif yang menyesatkan di lembaga penyiaran. Kami akan kumpulkan data dari kabupaten dan kami tabulasi, selanjutnya akan kami kirim ke KPID Bali," katanya.