REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Pemerintah Sudan Selatan dan oposisi, Senin (5/5), menandatangani kesepakatan di Addis Ababa, Ethiopia, untuk memfasilitasi upaya kemanusiaan melalui dihentikannya permusuhan.
Kesepakatan itu dicapai di bawah penengahan blok regional Lembaga Antar-Pemerintah mengenai Pembangunan (IGAD), setelah kedua pihak melanjutkan pembicaraan pada 28 April di Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa.
Nhial Deng Nhial, pemimpin delegasi pemerintah, dan Jenderal Taban Deng, pemimpin delegasi oposisi ke pembicaraan perdamaian tersebut, menandatangani kesepakatan dan menyampaikan komitmen bagi proses itu.
''Taban Deng menyatakan kesepakatan tersebut adalah langkah ke arah tercapainya perdamaian yang langgeng,'' demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta pada Selasa.
Pembicaraan perdamaian yang dipimpin IGAD dimulai di Addis Ababa pada awal Januari, tapi beberapa kali dibekukan akibat perbedaan tajam antara kedua pihak.
Pertengkaran politik terjadi di negara termuda di dunia itu antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar yang dipecat dari jabatan pada Juli 2013 dan belakangan dituduh berusaha melakukan kudeta.
Ketegangan meningkat pada 15 Desember 2013 menjadi konflik penuh antara pasukan setia kepada masing-masing pihak. Sebanyak 800.000 orang telah terusir dari rumah mereka dan dua kali lipat dari jumlah tersebut sangat memerlukan bantuan kemanusiaan.