Oleh: Syahruddin El-Fikri
Pada abad ke-7 M, umat Islam terus melakukan ekspansi dan memperluas wilayah kekuasaannya. Tiap kali umat Islam mendapatkan wilayah baru, yang pertama kali mereka pikirkan adalah tempat untuk beribadah, yaitu masjid.
Bangunan masjid pada masa awal perkembangan Islam sangat sederhana. Bangunannya tidak lain berupa tiruan dari rumah Nabi Muhammad SAW atau terkadang beberapa bangunan yang diadaptasikan dari bangunan sebelumnya.
Di masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidun, seni arsitektur Islam hanya dipengaruhi oleh satu unsur, yakni kebudayaan Arab.
Namun, seiring dengan makin luasnya wilayah kekuasaan Islam, unsur kebudayaan asing mulai memberikan pengaruh terhadap ragam dan corak arsitektur pada setiap bangunan di mana peradaban Islam tumbuh dan berkembang.
Pengaruh unsur asing ini tampak jelas dalam bangunan Masjid Kordoba yang memadukan arsitektur Islam dengan arsitektur Kristen Eropa. Begitu juga bangunan masjid di wilayah Asia Tengah yang dipengaruhi oleh budaya lokal.
Misalnya, kubah besar, menara tinggi, serta bagian muka masjid yang merupakan penjelmaan kejayaan bangsa Mongol.
Kini, arsitektur Islam berkembang begitu luas, baik di bangunan sekuler (gedung, rumah, atau perkantoran) maupun bangunan keagamaan.
Seiring perkembangan zaman, arsitektur Islam yang turut mewarnai hampir seluruh pendirian bangunan kini makin kaya khazanah dengan memadukan arsitektur Islam dengan lainnya, seperti Roma, Persia, Cina, dan lainnya. Sehingga, konsep arsitektur Islam terkadang malah tak tampak dari luar.