REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Jauh sebelum bangsa Eropa datang dan menemukan Australia, kaum Aborigin di sebelah utara Australia telah melakukan hubungan dengan Indonesia. Di tahun 1700-an, para nelayan dari Makasar telah memiliki kontak dengan warga asli benua Australia ini.
Jika Anda berkunjung ke ibu kota Canberra, jangan lupa untuk datang ke Museum Nasional Australia. Disini Anda bisa menemukan jejak tentang hubungan awal benua Australia dengan Indonesia, dan kawasan Asia lainnya.
Sebuah lukisan karya Mathaman Marika dari suku Rirratjinju yang diperkirakan dilukis pada tahun 1920 - 1970, menjadi bukti hubungan yang terjalin antara nelayan Makasar dan warga Aborigin. Lukisan ini dibuat Marika saat ia masih remaja ketika bertemu nelayan Makasar.
“Mereka datang untuk mengambil teripang yang menjadi makanan yang pada saat itu sangat populer di kawasan Asia Tenggara,” ujar Dr Peter Thorley, yang kini menjabat sementara sebagai Kepala Program Aborigin di Museum Nasional Australia." “Para nelayan juga menjalin persahabatan dengan beberapa warga suku dan diantara mereka ada yang ikut ke Makasar dan tinggal disana,” tambahnya. Saat mereka berada di Makasar itulah mereka mencoba mendokumentasikan hubungan yang terjalin.
“Ini menjadi sangat menarik bagaimana warga Aborigin yang pergi ke Makasar menceritakan pengalamannya melalui lukisan yang dihiasi dengan unsur kebudayaannya.”
Tak hanya itu, ada beberapa kata dari bahasa Indonesia yang hingga kini masih dipakai, seperti 'rrupiya', 'balanda', dan masih banyak lagi.
Nelayan Makasar pula yang memperkenalkan teknologi kepada suku Aborigin, seperti penggunaan pisau untuk memasak, kapak dan gergaji untuk membuat perahu besar, dan pahat kayu untuk melukis.
Biasanya di bulan April, para nelayan kembali ke Makasar. Mereka membawa teripang yang telah dikeringkan untuk kemudian dijual di Cina.
“Ini adalah cerita yang kebanyakan orang tidak terlalu tahu, tetapi sudah ada sejarah panjang soal hubungan global antara Australia dan Asia, khususnya melalui penjualan teripang,” ujar Dr Peter Thorley.
“Kita berusaha untuk memasukan semua kisah dan suara yang berkaitan dengan Australia. Seperti halnya lukisan ini, kita jadi bisa mendengar cerita sejarah Aborigin yang dituangkan melalui suara dan pandangan mereka sendiri.”
Sementara untuk menarik perhatian generasi muda, Museum Nasional Australia pun memastikan bahwa anak-anak muda mau datang ke museum. Caranya dengan membuat semenarik mungkin, misalnya dengan memasukan unsur teknologi tekini dan penggunaan medium digital.