REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga Adhyaksa Dault mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/5). Ia dipanggil untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang.
Adhyaksa sudah datang ke gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 09:42 WIB. Ia terlihat membawa amplop berwarna cokelat. "Ini jadi saksi, saksinya siapa, siapa namanya nih (lihat amplop) Machfud Suroso," ujar Adhyaksa kepada awak media. Machfud merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek di Hambalang.
Mengenai Machfud, Adhyaksa mengaku tidak mengenalnya. Ia bahkan mengatakan, tidak pernah melihat wajah Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (PT DCL) itu. Meskipun begitu, Adhyaksa harus meluangkan waktu untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
"Mungkin prosedurnya gitu kali yah. Setiap ada tersangka baru, jadi saksi lagi. Udah lah biar cepat aja deh. Mudah-mudahan yang terakhir lah. Pulang balik pulang balik, ini capek," kata dia.
Adhayaksa sudah berulang kali memberikan penjelasan mengenai posisinya terkait proyek di Hambalang. Ia pun sudah menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Rencana pembangunan P3SON itu memang sudah dimulai sejak Adhyaksa menjabat sebagai Menpora. Namun rencana pembangunan itu tidak pernah terjadi hingga ia lengser dari jabatannya pada 2009.
Menurut Adhyaksa mengatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat itu masih belum menerbitkan sertifikat lahan Hambalang. Sehingga pembangunan urung terjadi. Ketika sudah mendekati akhir masa jabatannya, Adhyaksa pun mengusulkan penganggarannya ke DPR karena rencana pembangunan sudah ada.
Anggaran itu senilai Rp 125 miliar dengan tanda bintang. Maksud pembintangan itu, menurut Adhyaksa, karena sertifikat tanah belum keluar. Sehingga ketika masalah sertifikat tuntas, menteri penerusnya bisa mencairkan.
Urusan sertifikat itu baru tuntas ketika Menpora sudah dijabat Andi Mallarangeng. Adhyaksa pun mengaku tidak mengetahui lagi proses selanjutnya. Saat datang ke gedung KPK, ia kembali menegaskan soal pengadaan proyek pembangunan di Hambalang. "Pengadaan. Pengadaan itu kan bukan zaman saya," kata dia.
KPK mengumumkan Machfud sebagai tersangka pada November 2013. Dia diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam surat dakwaan terdakwa eks Biro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olah Raga Deddy Kusdinar, Machfud disebut kecipratan dana dalam proyek itu senilai Rp 18.800.942.000.
Perusahaan Mahfud, PT DCL, mendapatkan sub kontrak dari pemenang salah satu tender proyek di Hambalang, KSO Adhi-Wika. Dalam surat dakwaan Deddy, disebut PT DCL menerima kontrak senilai Rp 328.063.300.000 untuk pekerjaan Mekanikal Elektrikal (ME) dan penyambungan daya listrik PLN. Terkait proyek itu, PT DCL disebut telah menerima pembayaran dari KSO Adhi-Wika senilai PT DCL Rp 170.395.116.962.