Jumat 09 May 2014 13:44 WIB

Boediono: Pemberian FPJP Bukan Tanpa Alasan

Rep: Gilang Akbar Prambudi/ Red: A.Syalaby Ichsan
  Wapres Boediono memberik salam kepada wartawan saat dimita keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5).  (Republika/Agung Supriyanto)
Wapres Boediono memberik salam kepada wartawan saat dimita keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang terkesan mendadak pada November 2008 silam kepada mantan gubernur BI Boediono.

Jaksa KMS Roni berujar, dalam rapat Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dipimpin oleh Boediono diketahui ada perubahan aturan mengenai syarat bank umum agar bisa mengajukan permohonan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) ke BI.

 Dikatakannya, PBI No: 26/10/PBI 31 Oktober 2008 tentang FPJP telah diubah menjadi PBI Nomor 30/10/PBI 14 November 2008. Ini membuat bank dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) di posisi positif saja (nol koma sekian persen) sudah bisa mendapatkan FPJP.

Perubahan ini jelas menguntungkan Century yang saat itu memiliki CAR 2,35 persen. Padahal bila tidak diubah, Century tak akan bisa mendapatkan FPJP. Ini dikarenakan sebelumnya PBI menyebut syarat pemberian FPJP  adalah bank umum harus memiliki CAR minimal 8 persen.

“Kenapa bisa demikian?” ujar Roni dalam persidangan kasus Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Jmat (9/5).

Boediono lantas menjelaskan, saat itu karena kondisi darurat maka dikhawatirkan bank-bank yang CAR-nya di bawah 8 persen tak bisa diselamatkan. Terutama Century yang sudah sekarat. Oleh karena itulah PBI diubah agar tidak hanya Century, tapi bank-bank lain juga bisa diberi FPJP.

Tujuannya, kata Boediono, agar tidak ada bank tutup yang bisa memberikan dampak sistemik.

“Kami ingin ada suatu peraturan yang bisa menampung semuanya termasuk apa yanga ada di mata kita waktu itu (Century). Jadi PBI ini diarahkan untuk menampung semua kemungkinan yang akan dihadapi beberapa waktu ke depan juga,” kata Boediono.

Ia menambahkan, di hari sebelum PBI berubah, pada tanggal 13 Okober RDG digelar rapat maraton untuk membahas likuiditas perbankan. Disimpulkan, dengan PBI yang baru akan ada aturan dimana likuidtias tersedia bagi bank-bank saat suasana krisis. “Kami jadi bisa membuka bila hari-hari kemudian mereka meminta,” kata dia.

Boediono berujar, bukan tanpa alasan FPJP disediakan bagi bank yang tengah kritis. Hal ini menurutnya mengacu pada kenyataan bahwa di Indonesia tak ada kebijakan Blanket Guarantee yang  bisa menjadi penjamin uang nasabah di bank-bank.

Dengan PBI baru maka stabilitas perbankan Indonesia bisa dijaga dengan prediksi bila di kemudian hari ada bank koleps maka FPJP bisa menjadi penolong. “Kalau tidak nanti banyak nasabah yang lari ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Hong Kong yang Negaranya menjamin uang nasabah di bank dengan Blanket Guarantee,” papar Boediono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement