REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Beberapa negara Eropa, Kamis (8/5) waktu setempat, bertemu dengan para pejabat dari Amerika Serikat, Turki, Maroko, Jordania dan Tunisia untuk membicarakan bagaimana caranya mencegah para petempur muda Islam bergabung dengan pemberontak di Suriah.
''Dikhawatirkan para petempur muda bisa menjadi lebih radikal dan pulang dengan pengalaman militer yang dapat menjadi teroris,'' kata Menteri Dalam Negeri Belgia, Joelle Milquet.
"Itu bukan hanya satu masalah nasional, tetapi juga internasional, dengan banyak negara terkena dampak," kata Milquet menyoroti kehadiran kelompok-kelompok yang punya hubungan dengan Al Qaidah di Suriah.
Milquet mengatakan tidak ada satu tindakan tegas untuk menyelesaikan satu masalah penting itu.
"Jika kita melarang keberangkatan mereka, maka kita tidak akan memiliki masalah dengan kembalinya para petempur," kata rekan Prancisnya, Bernard Cazeneuve, dengan menegaskan perlunya tindakan-tindakan preventif.
Kedua menteri itu mengatakan kerja sama dan berbagi informasi diperlukan untuk menghentikan pengrekrutan petempur muda itu. Jaringan-jaringan dana yang menyalurkan para petempur Islam ke Suriah harus dihentikan.
Kedua menteri itu menyambut baik kehadiran Turki dan Jordania dalam perundingan itu karena mereka menjadi titik masuk ke Suriah. Maroko dan Tunisia juga menderita akibat masalah kembalinya para pemuda radikal.