Sabtu 10 May 2014 01:51 WIB

'Lansia Lebih Beresiko Kenal Virus MERS'

Rep: c79/ Red: Bilal Ramadhan
Virus MERS.
Foto: Reuters
Virus MERS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) melakukan konferensi pers mengenai informasi seputar Virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) di Jalan Salemba 1, Senen, Jakarta Pusat. Acara yang diadakan pada hari Jumat (9/5) tersebut dihadiri oleh narasumber Dr. Widayat Djoko dan Dr. Ceva Wicaksono.

Mereka memaparkan tentang pola infeksi dan upaya penanggulangan serta penatalaksanaan virus MERS CoV. Widayat mengatakan ciri-ciri pasien yang dicurigai terjangkit virus ini adalah demam, sesak nafas, batuk, pilek dan ada riwayat baru pulang dari Arab.

"Gejala mulai dari yang ringan sampai yang berat, dan 1/3 pasien yang terjangkit virus ini menderita kematian," ujar Ceva menambahkan.

Menurut Widayat, orang yang berusia 65 tahun ke atas, lebih beresiko terjangkit virus MERS CoV. Namun, jika orang yang berusia 45-50 tahun tidak dalam kondisi fit, juga akan beresiko tertular virus tersebut. Ia menjelaskan, cara mendeteksi seseorang yang terkena virus ini adalah dengan melakukan tes darah dan pengambilan cairan tenggorokan. Obat khusus untuk virus tersebut, terang Widayat, sampai saat ini belum ada.

"Yang terpenting terapi oksigen dan antibiotik dengan sedikit pemberian cairan infus," ujarnya.

Pemberian cairan influenza, menurutnya tidak akan berpengaruh walaupun orang yang terjangkit virus ini memiliki gejala yang sama dengan penyakit influenza. Ia menambahkan, pihak Kementrian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah melarang dilakukannya pemberian vaksin tersebut.

Untuk pencegahan penularan virus MERS CoV, Widayat menganjurkan kepada orang yang ingin pergi ke Arab agar menjaga pola kesehatan selama di sana. Selain itu, ia menyarankan agar mengurangi kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ibadah. Karena menurutnya virus corona ini cepat sekali bermutasi.

Ia menjelaskan, pemberian vaksin sebelum keberangkatan tidak menjamin akan terhindar dari virus tersebut. Tetapi, kata dia, pemberian vaksin dapat memperlambat masa inkubasi dibandingkan dengan yang tidak diberikan vaksin.

Ceva mengatakan, sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan virus ini menular ke manusia melalui unta dan kelelawar seperti yang banyak diberitakan. "Virus ini pertama ditemukan pada kelelawar, tapi apakah bisa menulari manusia, kami belum tahu," tuturnya.

Pemerintah dalam kasus ini, menurut Ceva, sudah merujuk 100 rumah sakit untuk menangani pasien MERS dengan fasilitas untuk penyakit SARS.Namun, kata dia, di tambah dengan fasilitas inframerah, karena dengan alat itu virus bisa langsung mati.

"Menurut WHO, penyebaran virus ini tidak terlalu ganas seperti virus flu yang dengan cepat menular ke orang lain," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement