Ahad 11 May 2014 15:00 WIB

Masyarakat Gunung Padang Kembangkan "Homestay"

Situs megalitikum di lereng Gunung Padang
Foto: ANTARA
Situs megalitikum di lereng Gunung Padang

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Masyarakat di sekitar Gunung Padang, khususnya mereka yang menempati wilayah barat situs megalith, mulai mengembangkan "homestay" menyambut semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke kawasan itu.

"Saat ini sudah ada 10 rumah penduduk yang difungsikan sebagai homestay," kata juru pelihara Situs Gunung Padang Nanang di Cianjur, Ahad (11/5).

Ia mengatakan sejak keberadaan situs mulai dikenal banyak orang, Gunung Padang semakin banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan sebagian di antaranya berasal dari luar negeri atau mencapai rata-rata 500 orang per hari.

Selama ini banyak dari mereka memilih tinggal di Kota Cianjur sebelum menuju destinasi Gunung Padang dengan menempuh jarak 25-30 km dari pusat kota penghasil beras itu.

Konsekuensinya, wisatawan harus mempersiapkan perjalanan selama 1,5 hingga dua jam untuk sampai ke Dusun Karyamukti, Kelurahan Campaka, Cianjur, Jawa Barat, tempat situs megalith itu berada dengan medan tempuh 20 km di antaranya jalan bergelombang.

"Sayang belum banyak masyarakat yang mengambil kesempatan ini dan salah satu kelemahan masyarakat di sini adalah ketidaklayakan fasilitas toilet," katanya.

Nanang sendiri setiap saat diminta bantuannya untuk mencarikan tempat tinggal yang layak bagi wisatawan yang berkunjung ke Gunung Padang.

"Saya berkeliling kampung mencari rumah yang layak untuk diinapi tapi saat saya temukan rumah yang layak kamar mandinya sebagian besar belum layak," katanya.

Nanang sendiri mengembangkan rumahnya sebagai homestay dan melengkapinya dengan toilet umum yang bersih, warung kopi, dan kios suvenir.

Menurut Nanang banyak masyarakat di wilayah itu yang mulai mengambil manfaat dari pengembangan kepariwisataan Gunung padang.

"Banyak yang membuat suvenir iket sunda untuk dijual, gula aren, kerajinan batok kelapa, dan kesenian-kesenian," katanya.

Bahkan tidak sedikit dari mereka yang beralih profesi dari petani musiman menjadi laskar "kuda besi" alias tukang ojek sekaligus pemandu wisata.

"Kami masih perlu bantuan dan pendampingan untuk melatih masyarakat di sini tentang bagaimana menghadapi wisatawan termasuk dalam hal berbahasa Indonesia dengan baik bahkan berbahasa asing," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement