Oleh: Syahruddin El-Fikri
Hingga saat ini, sebagian masyarakat Muslim, utamanya yang tinggal di Pesantren Salafiyah (tradisional), mengenal dengan baik penulisan huruf Arab dalam bahasa Melayu.
Huruf-huruf hijaiyah dalam huruf Arab yang telah ditulis ke dalam bahasa Melayu disebut sebagai huruf Jawi.
Sementara itu, huruf Arab yang ditulis dalam bahasa Jawa dikenal dengan huruf Pegon, yang berarti menyimpang.
Penulisan atau penerjemahan karya-karya klasik atau kitab-kitab kuno dilakukan dengan menggunakan huruf Jawi atau Pegon. Huruf Jawi itu sendiri masih kental dengan nuansa Hindu. Hal ini disebabkan adanya pengaruh bahasa Sansekerta.
Sayangnya, hingga kini, cara penulisan huruf Jawi atau Pegon sudah tidak begitu dikenali lagi di sebagian masyarakat Indonesia.
Misalnya, sebagian generasi Muslim Jawa yang kini berusia 35 tahun ke atas masih mengenal huruf Pegon yang ditulis dengan bahasa Hanacaraka. Sementara itu, generasi atau masyarakat Jawa sekarang (berusia 30 tahun ke bawah) sudah tidak begitu mengenal lagi huruf-huruf ini.
Tak hanya di Jawa, masyarakat lain pun, seperti Bugis, Banjar, dan lainnya, sudah tidak begitu mengenal bahasa daerahnya, termasuk bentuk hurufnya. ''Padahal, bangsa kita sangat kaya dengan kebudayaan. Kondisi ini disebabkan kesalahan kebijakan dalam sistem pendidikan kita,'' tegas Abdul Hadi.
Sampai sekarang, penulisan naskah dalam teks Arab-Melayu telah menyebar di Nusantara hingga ke berbagai penjuru dunia. Naskah-naskah itu tersebar hingga ke Afrika dan Eropa.