REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Rencana transportasi massal untuk kawasan Kota Medan, Binjai, dan Kabupaten Deliserdang diyakini menjadi salah satu solusi tepat dalam mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.
"Sangat pantas mengakomodasi transportasi massal itu untuk kawasan Mebidang (Medan, Binjai, dan Deliserdang)," kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan, Kamis.
Menurut Farid, sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perkantoran, serta bisnis dan perdagangan di Sumatera Utara, tidak mengherankan jika Kota Medan mulai "penuh sesak" dengan kendaraan.
Setelah Jakarta dan Bandung, Medan mungkin layak disebut sebagai kota yang tingkat kemacetannya paling parah di Tanah Air.
Salah satu indikator semakin parahnya tingkat kemacetan di Kota Medan tersebut adalah menurunnya tingkat kecepatan kendaraan dalam kota.
Berdasarkan sejumlah studi, kemacetan yang terjadi di Kota Medan telah menimbulkan kerugian yang mencapai Rp5,2 triliun per tahun dari aspek penggunaan bahan bakar.
Demikian juga dengan kerugian dari aspek kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan bakar yang meningkat dan kerugian nilai waktu bagi pengguna jalan.
Ironisnya, kemacetan yang muncul di Kota Medan bukan hanya karena kendaraan yang berasal dari ibu kota Sumatera Utara tersebut, melainkan karena ada aktivitas dari daerah terdekatan yakni Binjai dan Deliserdang.
Kemacetan yang belakangan ini semakin parah tersebut juga disebabkan masalah kependudukan yang dihadapi ketiga daerah dan meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi.
Pemilihan kendaraan pribadi sebagai alternatif berkendara merupakan konsekuensi dari kapasitas transportasi umum yang belum memadai dan biaya yang mahal ketika menggunakan transportasi umum.
Biaya mahal tersebut muncul karena masyarakat selaku konsumen harus bergonta-ganti kendaraan jika ingin menempuh perjalanan yang melintasi kawasan Mebidang.
Karena itua, konsep transportasi massal yang melintasi kawasan Mebidang merupakan salah satu solusi tepat mengatasi kemacetan yang menjadi karakteristik kota metropolitan seperti Medan.
Hal itu disebabkan transportasi yang menggunakan konsep "Bus Rapid Transit (BRT) tersebut adalah jenis moda transportasi yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dan waktu tempuh perjalanan yang relatif singkat.
"Justru sangat disesalkan mengapa program BRT itu tidak dibangun dari tahun-tahun sebelumnya," kata Farid.
LAPK juga menyesalkan muncul penolakan dari beberapa pihak terhadap rencana penerapan BRT yang merupakan konsep transportasi massal yang modern.
"BRT itu bukan hanya solusi bagi konsumen, tetapi juga solusi bagi persoalan energi, polusi, kemacetan, dan tata kota," katanya.