Sabtu 17 May 2014 14:30 WIB

Qiraat Sab'ah dan Seni Baca Alquran (4)

Muslimah membaca mushaf Alquran.
Foto: Republika/Agung Supri
Muslimah membaca mushaf Alquran.

Oleh: Syahruddin El-Fikri/Dia

Nazam merupakan salah satu bentuk ekspresi seni dalam Islam. Nazam ini telah tumbuh sejak lama.

Ibnu Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang asal mula munculnya nazam Alquran. Pertama, nazam Alquran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, nazam terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang.

Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Alquran berasal dari khazanah tradisional Arab. Dengan teori ini pula, ditegaskan bahwa lagu-lagu Alquran idealnya bernuansa irama Arab.

Seni baca Alquran baru menampakkan geliatnya pada awal abad ke-20 M yang berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nazam) sejak awal abad ke-19 M.

Hingga hari ini, Makkah dan Mesir merupakan kiblat nazam dunia. Masing-masing kiblat nazam memiliki karakteristik tersendiri.

Dalam Makkawi, dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya, Rakby, Jaharkah, Syikah, dan Dukkah. Sementara itu, pada Misri terdapat Bayyati, Hijaz, Shoba, Ras, Jiharkah, Sikah, dan Nahawan.

Pada abad ke-20, kedua model lagu tersebut masuk ke Indonesia. Transmisi lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama yang mengkaji ilmu-ilmu agama di sana yang pulang ke tanah air untuk mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Alquran.

Lagu Makkawi sangat digandrungi di awal perkembangannya di Indonesia karena liriknya yang sangat sederhana dan relatif datar. Lagu Makkawi mewujud dalam Barzanji.

Beberapa qari yang menjadi eksponen aliran ini adalah KH Arwani, KH Sya'roni, KH Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma'mun, KH Muntaha, dan KH Azra'i Abdurrauf.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement