REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya mendapat penentangan. Ratusan warga yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Bersatu (GRB) menggeruduk kantor Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, Senin (19/5). Mereka menolak penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni nanti.
Para penolak ini adalah warga yang umumnya berprofesi sebagai PSK, mucikari dan masyarakat sekitar Dolly. Mereka berdemo dengan menggelar aksi bakar ban bekas dan sebagian berpakaian pocong yang disebut mereka sebagai lambang telah matinya hati nurani Pemkot Surabaya.
Salah satu peserta aksi, Anik, mengklaim Pemkot Surabaya tak pernah mengajak warga berembuk soal penutupan Dolly. Padahal, kata dia, Pemkot Surabaya mengetahui warga Dolly bergantung kehidupannya dari 'bisnis lendir' ini.
''Kami tidak pernah merepotkan Pemkot Surabaya. Kalau Dolly ditutup, Pemkot harus memberi waktu. Tak bisa langsung ditutup begitu saja, sejahterahkan dulu warga,'' katanya.
Warga menuntut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membatalkan rencana penutupan lokalisasi yang dibangun noni Belanda, Dolly Van Der Mart tersebut.
Anik menilai tidak manusiawi jika Pemkot Surabaya memaksakan menutup Dolly 19 Juni mendatang. Kalau memaksakan menutup Dolly tanpa ada solusi yang baik mereka sepakat akan tetap buka seperti biasa.
''Setelah aksi ini, kami nanti akan menggelar aksi lanjutan ke wali kota. Selama ini warga tak pernah diajak bicara soal rencana penutupan Dolly. Kami hanya didatangi oleh tokoh-tokoh agama yang memberi ceramah soal moral,'' kata Anik.