REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Orang-orang bersenjata menembak mati dua polisi Mesir di kota wilayah tengah, Minya, ketika mereka sedang pulang, Senin (19/5). Serangan-serangan militan yang ditujukan pada polisi meningkat sejak militer menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada Juli tahun lalu.
"Kedua polisi yang naik sepeda-motor itu tewas ditembak di jalan raya Minya-Assiut," kata perwakilan Kementerian Dalam Negeri.
Serangan tersebut terjadi hanya beberapa hari menjelang pemilihan presiden 26-27 Mei, yang diperkirakan akan dimenangi oleh mantan pemimpin militer Abdel Fattah al-Sisi yang menggulingkan Mursi. Sisi didukung kalangan luas Mesir yang menginginkan pemulihan stabilitas.
Namun banyak pendukung Mursi menganggapnya sebagai dalang kudeta terhadap prsiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis. Sisi menggulingkan Mursi pada Juli lalu setelah protes besar di jalan yang menuntut pengunduran diri presiden Islamis tersebut.
Pada Desember, pemerintah Mesir mengumumkan Ikhwanul Muslimin kubu Morsi sebagai organisasi teroris dan melarang keanggotaan dan dukungan bagi gerakan tersebut.
Pengumuman Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris pada 25 Desember disampaikan sehari setelah serangan bom mobil bunuh diri terhadap kantor polisi menewaskan 16 orang, yang diklaim oleh sebuah kelompok Sinai dan dikecam oleh Ikhwanul Muslimin.
Mursi digulingkan oleh militer pada Juli tahun lalu, dan para pendukungnya melakukan protes hampir setiap hari sejak itu. Militan meningkatkan serangan terhadap pasukan keamanan setelah militer menggulingkan Mursi pada 3 Juli.
Penumpasan militan yang dilakukan kemudian di Mesir menewaskan ratusan orang dan lebih dari 2.000 orang ditangkap di berbagai penjuru negara itu. Kekacauan meluas sejak penggulingan Presiden Husni Mubarak dalam pemberontakan rakyat 2011 dan militan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan, terutama di Sinai di perbatasan dengan Israel.