REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Dr Prijo Sidipratomo, menilai Indonesia masih belum serius untuk mengendalikan larangan rokok. Peraturan mengenai pengendalian tembakau dan rokok di Indonesia masih sangat lemah.
''Pengendalian tembakau saat ini belum memiliki perangkat yang kuat. Bahkan cenderung diganggu oleh pihak kepentingan yang terkait,'' kata Prijo di Jakarta, Selasa (20/5).
Menurut Prijo, Kementerian Kesehatan di Indonesia memiliki pandangan bagus tentang pengendalian tembakau dan rokok. Namun untuk mengimpelementasikannya, kata dia, butuh adanya persetujuan dari presiden dan kementerian lainnya.
''Sayangnya presiden dan kementerian lain tidak begitu mendukung upaya Kemenkes. Usulan tersebut selalu terbentur dengan kementerian perdagangan, perindustrian, tenaga kerja, dan ekonomi,'' ujarnya.
Selama ini, pemerintah hanya melihat dampak rokok secara parsial, bukan secara komprehensif. Mereka melihat, kata dia, seolah-olah rokok itu memberikan kontribusi bagi ketersediaan lowongan kerja, dan pemasukan yang besar terhadap anggaran negara.
Padahal menurut Lembaga Demografi UI, Prijo mengatakan, uang yang didapat untuk mengobati akibat rokok itu mencapai tiga kali lipat lebih besar dari pada hasil rokok itu sendiri.
''Pemasukan dari industri rokok di Indonesia hanya 60 triliun. Sedangkan APBN kita sudah 1.500 trilliun,'' ungkapnya.