Selasa 20 May 2014 20:41 WIB

Pembahasan RUU Pilkada Harus Dipercepat

Rep: C30/ Red: Djibril Muhammad
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemdagri, Djohermansyah Djohan
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemdagri, Djohermansyah Djohan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada harus dipercepat dan segera disahkan. Hal itu menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan sengketa pilkada tidak lagi menjadi kewenangan MK. Apalagi, UU tersebut akan dibutuhkan untuk 203 pilkada yang akan diselenggarakan pada 2015 mendatang.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengatakan, selama UU Pilkada belum disahkan maka penanganan sengketa pilkada masih akan ditangani MK. Sebab, kata dia, tidak boleh ada kevakuman yang terjadi pascaputusan MK tersebut.

"Nah disitulah kita harapkan DPR serius bersama pemerintah menyelesaikan RUU Pilkada. Jangan sampai tidak tuntas karena nanti dipakai di tahun 2015," katanya di kantor Kemendagri Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (20/5).

Dia menjelaskan, di tahun 2014 sudah tidak ada lagi pilkada yang akan diselenggarakan. Semua sudah selesai dan hanya tinggal menunggu Gubernur Lampung yang akan segera dilantik. Sehingga, kata dia, momentum MK dalam memutuskan terkait penanganan sengketa pemilu dinilai tepat.

Dikatakan Djohan, semua penyelesaian yang terkait sengketa pilkada nantinya akan diatur dalam UU Pilkada. Dalam RUU yang telah diajukan ke DPR, kata dia, penyelesaian sengketa pilgub memang diusulkan untuk dilakukan di MA. Sedangkan sengketa pemilihan bupati/wali kota akan diselesaikan di Pengadilan Tinggi (PT). "Prinsipnya sengketa pilkada itu di MA," ujarnya.

Djohan menjelaskan, dalam RUU itu penyelesaian sengketa pemilukada nanti juga akan dibatasi waktu dari pengajuan gugatan sampai keluarnya putusan. Sistem itu mengadopsi dari yang selama ini dilakukan di MK. Hal itu untuk menghindari kemunduran jadwal dalam tahapan pilkada.

Terkait kemungkinan adanya banding pihak penggugat, Djohan mengatakan hal itu bisa saja terjadi. Tergantung bagaimana nanti kesepakatan dewan yang akan dituangkan dalam UU Pilkada. Tetapi semuanya akan diikat oleh batasan waktu. Secara teknis, semuanya masih dalam pembahasan di Panja RUU Pilkada di DPR RI.

"Jadi pengoreksi praktik di MK selama ini. Kalau di MK kan final mengikat. Tiba-tiba ada sesuatu yang ternyata kekeliruan, kan bisa saja ada praktik yang salah. Jadi dibuka peluang kalau nanti ada banding," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement