REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Setidaknya 10.000 orang meninggalkan rumah-rumah mereka sejak awal krisis Ukraina, dengan para warga Tatar Krimea adalah masyarakat paling terpukul, kata badan PBB urusan pengungsi, Selasa.
"Pengungsian di Ukraina dimulai sebelum referendum di Krimea dan sejak itu terus meningkat," kata Adrian Edwards, juru bicara komisioner tinggi PBB urusan pengungsi (UNHCR) saat mmenyiarkan angka itu.
"Sebagian besar mereka yang mengungsi itu adalah etnik Tatar, kendatipun pihak penguasa lokal juga melaporkan peningkatan jumlah pendaftaran dari etnik Ukraina, Rusia dan keluarga campuran," katanya kepada wartawan.
Sebagian besar, 10.000 orang mengungsi di dalam negeri--tetap berada di Ukraina."Jumlah pencari suaka Ukraina di negara-negara lain tetap rendah," kata Edwards.
Pasukan pro-Moskow yang mengambil alih semenanjung Krimea menyelenggarakan satu rferendum Maret-- yang tidak diakui oleh Ukraina maupun masyarakat internasional--dan provinsi selatan itu segera dianekasi Rusia.
Ketegangan tinggi antara Tatar Muslim Krimea dan etnik Rusia provinsi itu.
"Di antara laporan yang kami dengar dari para pengungsi adalah mereka meninggalkan rumah-rumah mereka karena adanya ancaman-ancaman langsung atau khawatir ketidak amanya atau disiksa," kata Edwards.
"Beberapa laporan yang diterma adanya ancman melalui telepon atau pesan-pesan ancaman yang ditinggalkan di properti mereka," katanya.
Sebagian besar dari 10.000 pengungsi pindah ke Ukraina tengah dan barat, tambahnya.
Ukraina dilanda pertempuran antara pasukan pemerintah melawan kelompok separatis pro-Moskow di wilayah timur yang penduduknya berbahasa Rusia dari bekas republik Uni Sovyet itu.
Edwards mengatakan ia tidak memilik data lain bagi penduduk yang melarikan diri ke Ukraina timur.
"Situasi di daerah timur jelas menyebabkan terjadinya pengungsian. Situasi sangat sulit bagi banyak orang. Situasi tidak stabil," tambahnya, demikian AFP.