REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) meminta setiap pelaku industri yang berbasis Islami untuk menerapkan standar polis awal 2015. Oleh karena itu, pelaku industri bekerja keras untuk menilai kembali dan membuat produk baru sesuai standar polis asuransi syariah.
Kalau ada salah satu produk yang tak memuat akad saling tolog menolong dan melindungi berdasarkan akad tabarru, maka harus ditinjau ulang. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Umum II AASI, Srikandi Utami, Rabu (21/5).
Ia menyatakan, setiap anggota wajib menerapkan polis standar asuransi umum dan jiwa syariah 1 Januari 2015. Untuk saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memberikan waktu khususnya untuk meninjau ulang produk yang sudah ada. Hanya saja setelah melewati 1 Januari 2015, setiap produk eksisting yang ditawarkan kepada nasabah baru harus sesuai standar. Begitu juga dengan produk baru yang akan dirilis setelah awal 2015.
Sebenarnya secara umum, aturan ini tak merubah produk. Hanya saja, produk asuransi syariah kini harus memiliki esensi keislaman seperti akad tabarrru, wakalah bil ujrah dan mudharabah. Artinya tidak ada lagi produk asuransi syariah, yang sebenarnya konvensional namun dilabeli 'Bismillah'. Karena memang kontrak asuransi syariah berbeda dengan konvensional.
Ia pun mengingatkan jika saat ini ada produk asuransi syariah yang tak menerapkan akad tabarrru, wakalah bil ujrah dan mudharabah, maka harus segera dimasukkan. Jika produk yang lama sama sekali tak mengandung standar polis syariah, maka harus ditinjau ulang. Karena, sambung dia, OJK akan menghukum setiap pelaku industri yang tak menerapkan standar polis.
''Dari hasil diskusi rata-rata setuju, ada beberapa masukkan, khususnya aturan-aturan baru dalam standar,'' tutur dia kepada media usai Sosialisasi Polis Asuransi Kendaraan Bermotor dan Jiwa Syariah, Rabu (21/5).