REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Libya akan menggelar pemilihan umum pada bulan depan untuk menggantikan parlemen sementara. Pada saat bersamaan, pemerintah negara tersebut kesulitan mengatasi gerakan bersenjata eks-gerilyawan.
Komisi pemilu mengatakan bahwa pemungutan suara akan dilakukan pada 25 Juni bersamaan dengan masa reses parlemen sementara atau Dewan Umum Nasional (GNC).
Pemilu tersebut dinilai dapat mencegah Libya dari perang saudara setelah Jenderal Khalifa Haffar --yang status militernya tidak diakui pemerintah-- memulai serangan terhadap kelompok Islam di Benghazi.
Kelompok Islam saat ini mendominasi parlemen sementara Libya. Mereka pada awal tahun ini sempat memicu kemarahan publik saat dengan sepihak memperpanjang mandat sampai Desember.
Akibatnya, sekelompok orang bersenjata dari brigadir Zintan yang mengaku mendukung Haftar menyerang gedung parlemen pada Ahad dan memaksa GNC melakukan rapat di sebuah hotel dua hari kemudian.
Yang terjadi berikutnya, sejumlah kelompok bersenjata rival Zintan terbelah. Sebagian mendukung jenderal tersebut, sementara sebagian lainnya menyatakan menolak.
Salah satu kelompok bersenjata yang kemudian memihak Zintan adalah unit pasukan khusus tentara nasional di Benghazi. Mereka berharap Zintan dapat membantu menangani serangan-serangan para jihadis di wilayah tersebut.