Kamis 22 May 2014 13:42 WIB

Jaringan Gas Kota Sebaiknya Jangkau Apartemen dan Permukiman

Rep: Elba Damhuri/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melakukan pengecekan gas meter jaringan gas rumah tangga Perusahaan Gas Negara (PGN) di kawasan Perumnas Klender, Jakarta, Selasa (25/3).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Petugas melakukan pengecekan gas meter jaringan gas rumah tangga Perusahaan Gas Negara (PGN) di kawasan Perumnas Klender, Jakarta, Selasa (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kalangan mendukung dilakukannya diversifikasi energi secara menyeluruh. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan pembangunan jaringan gas kota di berbagai kota di Tanah Air.

Anggota YLKI Tulus Abadi mengatakan sebaiknya pengembangan jaringan gas kota lebih fokus menggarap apartemen dan komplek-komplek perumahan. Di kawasan permukiman semacam itu, kata Tulus, pemanfaatan jaringan gas kota akan lebih efektif mengingat mahalnya membangun infrastruktur gas.

"Gas bumi memang jauh lebih efisien dibandingkan LPG. Namun, untuk pengembangan gas kota biaya pipanisasinya cukup mahal," kata Tulus dalam penjelasan persnya yang diterima ROL, Kamis (22/5).

Persoalannya, ia melanjutkan, siapa  yang harus membangun pipa tersebut ke kawasan pemukiman dari pipa utama? Karena itu, jaringan gas kota yang selama bertahun-tahun ini menjadi wacana bisa segera direalisasikan.

Menurut Tulus, Indonesia perlu mengikuti langkah Amerika dan Eropa dalam mengembangkan gas kota. Amerika sukses mengalirkan gas bumi ke apartemen-apartemen dan permukiman di sana. Pemerintah Amerika membangun jaringan  gas kota untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar konvensional.

Sebagai negara dengan pertumbuhan tinggi, Tulus melihat jaringan gas kota ke depan akan bisa tumbuh di Indonesia, sebagai bagian dari diversifikasi energi. Apalagi,  pemerintah dan pelaku usaha mulai serius menggarap gas kota. 

Pertagas, anak perusahaan Pertamina, misalnya, dalam lima tahun ke depan akan membangun jaringan untuk dua juta pelanggan di berbagai kota. Tulus mengatakan ini merupakan langkah konkret untuk diversifikasi gas. Apalagi, Pertamina memiliki pengalaman dalam proses ini.

Tulus mengingatkan Pertagas selain getol membangun jaringan gas kota, juga harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, mulai dari manfaat gas, tata cara penggunaannya,  hingga nilai  keekonomiannya. Pertagas sendiri antusias menggarap apartemen dan kompleks perumahan dalam pengembangan gas kota. 

Dalam pengembangan jaringan gas kota, Pertagas tak hanya menerapkan skema penugasan dari pemerintah. Pertagas secara mandiri mengembangkan jaringan gas kota dengan skema nonpenugasan (komersial) di mana untuk membangun jaringan gas kota menggunakan dana internal perusahaan.

Contoh pengembangan dengan skema nonpenugasan terlihat di Prabumulih, Sumatra Selatan. Dalam penugasan pada 2013, Pertagas telah membangun jaringan gas untuk 4.650 rumah tangga. Namun, Pertagas mampu mengembangkan jaringannya hingga melayani 10 ribu rumah tangga dengan dana kas internal Rp 60 miliar. 

Selain penugasan dari pemerintah, Pertagas juga akan melakukan investasi pengembangan  jaringan gas  di 28 kota di seluruh Indonesia. Ini merupakan komitmen anak perusahaan Pertamina dalam mendukung program  diversifikasi energi, sekaligus mengurangi beban subsidi  energi.

Tulus yakin jaringas gas kota bila disosialisasikan secara baik akan mendapat respons positif dari masyarakat. Bagi pelanggan, kata dia, penggunaan gas kota itu lebih mudah seperti tidak menggunakan tabung. Penggunaannya sama dengan listrik PLN dan aliran air PDAM.

Pemerintah dalam hal ini BPH Migas menetapkan tarif gas bumi berdasarkan empat klasifikasi, yaitu rumah tangga 1, rumah tangga 2,  pelanggan kecil 1 dan pelanggan kecil 2. Tarif masing-masing golongan berbeda-beda.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement