Kamis 22 May 2014 14:18 WIB

Oposisi Libya Desak Pemerintah Serahkan Kekuasaan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan masih melanda Libya dimana markas keamanan menjadi sasaran bom bunuh diri. (ilustrasi)
Foto: Reuters/Esam Omran Al-Fetori
Kekerasan masih melanda Libya dimana markas keamanan menjadi sasaran bom bunuh diri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI– Jenderal pemberontak Libya mendesak pengadilan untuk membentuk pemerintahan baru sementara. Pembentukan pemerintah sementara ini guna mengawasi pemilu yang akan digelar.

“Saya menyerukan kepada dewan tinggi pengadilan untuk membentuk pemerintah sementara guna mengawasi pemilu yang akan datang,” kata Khalifa Haftar dengan mengenakan seragam dan didampingi oleh sejumlah pejabat senior.

Ia pun menyerukan Mahkamah Agung untuk membentuk dewan sipil yang dapat mengawasi penunjukan kabinet darurat dan menggelar pemilu baru. Lanjutnya, pemerintah dan parlemen telah kehilangan legitimasi mereka karena tak mampu menyingkirkan para ekstrimis.

Seruannya pun semakin mendapat banyak dukungan setelah komandan tinggi pertahanan udara Libya dan duta besar Libya untuk PBB menyatakan dukungan terhadapnya. Sedangkan, Menteri Kebudayaan Libya, Habib Amin, juga menyampaikan dukungannya bergabung dengan pasukan Haftar pada Rabu lalu. Menurutnya, parlemen telah gagal memerangi teroris. “Saya tidak mengakui Kongres lagi,” katanya.

Sejumlah lembaga pun menyatakan dukungannya kepada Jenderal Haftar. Dilansir dari BBC, Haftar yang telah meluncurkan serangan di Benghazi dan Tripoli, mengatakan pemerintah telah mendukung terorisme dan mengecewakan warga Libya.

Namun, pemerintah justru menyebut operasi yang dilakukan Haftar merupakan sebuah upaya kudeta. Pemerintah pun juga menginstruksikan untuk menahan orang-orang yang terlibat. Sedangkan, ketua parlemen Libya berjanji akan tetap menduduki jabatannya hingga pemilu digelar pada akhir Juni.

Sementara itu, negara-negara Barat mengkhawatirkan seruan Haftar agar unit militer bergabung dengannya. Pasalnya hal ini dapat menyebabkan pembentukan militer baru dan memicu kekerasan lebih lanjut. Seruan Haftar tersebut dinilai menjadi ancaman serius bagi pemerintahan.

Haftar yang merupakan mantan kepala staf militer dibawah Kolonel Muammar Gaddafi ini telah memimpin serangan terhadap militan di Benghazi pada Jumat. Sedangkan, pada Minggu kemarin, pasukan yang mendukungnya menduduki gedung parlemen Libya di Tripoli.

Haftar menyerukan untuk mengakhiri partai Islam seperti Ikhawanul Muslimin di Libya. Ia mengatakan pemerintah selanjutnya harus memperhatikan keinginan rakyat Libya dan mencegah Libya menjadi tempat persembunyian bagi teroris.

Sebelumnya, warga Tripoli melaporkan sejumlah ledakan keras terdengar pada Rabu pagi di dekat barak pertahanan udara al-Yarmouk. Serangan ini terjadi setelah komandan tinggi pertahanan udara Juma al-Abani merilis sebuah video mengatakan telah bergabung dengan Haftar.

Setidaknya, 100 orang telah tewas sejak kerusuhan pecah pada Jumat lalu. Libya telah bergejolak sejak kerusuhan pada 2011 yang mengakhiri kekuasaan Muammar Gaddafi. Warga Libya pun kecewa terhadap kegagalan pemerintah dan parlemen sekarang dalam memerangi para milisi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement