REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, kembali diperiksa Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta.
Dalam pemeriksaan kali ini, ia tak berani untuk menyebut keterlibatan Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi atasannya.
Udar hanya menjelaskan pengadaan bus tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan melalui persetujuan berbagai pihak.
''Program tak turun begitu saja, tapi melalui RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),'' kata dia, Kamis (22/5).
Menurut dia, RPMJD pada 2013-2014 tersebut hasil dari visi dan misi Gubernur DKI. Semuanya dilakukan secara terstruktur dan saling mengetahui.
Lalu bagaimana dengan Jokowi? Udar tidak ingin berkomentar. ''Itu bukan kewenangan saya, tanyakan kepada Kejaksaan Agung,'' kata dia.
Udar sebelumnya mengakui empat paket sudah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan dengan 125 bus yang seelsai pada Desember 2013. Ia menolak jika disebut nekat tetap melaksanakan pengadaan bus sekalipun ada informasi BPK menyuruh menghentikan proyek ini.
''Saya kira tidak demikian, pekerjaan ini kan selalu dikawal oleh BPK. Kami dikawal oleh BPK pada 2013. Dan itu ada laporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Kita dikawal terus,'' kata dia.
Ia melanjutkan, tidak bisa menghentikan pengadaan bus tersebut karena memang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, Udar mengakui adanya keterlambatan dalam kedatangan bus tersebut.
''Memang ada keterlambatan, sisanya 10 paket terdiri 531 bus belum dibayar baru uang muka, bisnya dalam kondisi baik dan ada di gudang di Ciputat, busnya itu sama persis seperti 125 yang sudah jalan,'' kata dia.
Mengenai pemeriksaan, Udar mengaku semuanya berjalan dengan baik. Ia diperiksa sebagai tersangka dan ditanya mengenai tugas dan wewenang jabatan.
''Ada beberapa poin yang saya jawab dan masih sama seperti minggu lalu,'' kata dia.