Kamis 22 May 2014 23:56 WIB

PPnBM Ponsel Ditarget Rampung Sebelum Pemerintahan Baru

Telepon Selular (ponsel) di salah satu pusat penjualan ponsel di Jakarta.  (ilustrasi)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Telepon Selular (ponsel) di salah satu pusat penjualan ponsel di Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Perindustrian MS Hidayat menargetkan perumusan tentang regulasi Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) terhadap telepon seluler atau ponsel impor rampung sebelum pemerintahan baru Oktober 2014.

"Kalau bisa hal-hal semacam itu diselesaikan sebelum terbentuknya pemerintahan baru, agar mereka lebih nyaman dalam upaya penguatan industri kita," katanya selepas membuka Pameran Produksi Indonesia (PPI) 2014 di Bandung, Kamis (22/5).

Hidayat bahkan sempat menyebutkan bahwa seharusnya perumusan hal tersebut sudah bisa diselesaikan dalam waktu beberapa bulan terakhir apabila tidak bertabrakan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden 2014.

Meski demikian Hidayat meyakini proses itu akan segera rampung setelah Menteri Keuangan Chatib Basri, yang tengah mengikuti Forum Ekonomi Dunia untuk Asia Timur (WEF-EA) di Manila, Filipina, kembali ke tanah air.

"Ya pokoknya kalau sudah diputuskan oleh Menkeu meskipun baru lisan, biasanya saya sudah lebih dulu umumkan meskipun sering dikeluhkan sama menteri lain," ujarnya.

Sementara itu, sebagaimana disebutkan Hidayat pembicaraan antara pihaknya di Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, masih baru mencapai 60 persen dari kesepakatan saja.

"Masih ada yang harus disinergikan dengan sudut pandang perindustrian," katanya.

Besaran PPnBM itu belum ditentukan secara resmi, namun berdasarkan wacana awal yang diusulkan, akan dikenakan pajak sekitar 20 persen. Selain itu terkait dengan bea masuk untuk produk-produk tertentu disebutkan Hidayat bahwa kebijakannya bisa dipertimbangkan dan diubah setiap tahunnya apabila berkaitan dengan kepentingan industri nasional.

"Misalkan nanti sudah ada industri yang mulai harus dilindungi, termasuk industri ponsel, maka bea masuknya bisa dinaikkan. Itu instrumen yang buka tutupnya hanya akan digunakan dan disesuaikan untuk kepentingan nasional," ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement