REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kepala Angkatan Bersenjata Thailang Prayuth Chan-ocha memanggil mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra pada Jumat, sehari setelah jenderal tersebut melakukan kudeta untuk memulihkan keamanan negara yang terpecah oleh perseteruan politik.
Jenderal Prayuth melakukan kudeta setelah kelompok pro-pemerintah dan kubu oposisi menolak berkompromi saat dipertemukan. Militer Thailand kemudian menahan sejumlah politikus dari kedua kubu bersamaan dengan pernyataan pengambil-alihan kekuasaan oleh Prayuth.
Selain itu, militer juga menyensor siaran media, membubarkan sejumlah demonstrasi di Bangkok, dan memberlakukan jam malan. Pada Jumat, situasi di Bangkok terpantau normal meskipun pihak militer meliburkan sekolah dan universitas.
Transportasi publik tetap beroperasi seusai jam malam pada pukul 05.00 WIB, meskipun harus berjalan lambat pada beberapa titik saat melewati pos pemeriksaan. Sementara itu, jadwal siaran televisi juga dihentikan. Semua stasiun menayangkan program berita yang sama bersumber dari Channel 5 milik tentara.
Tayangan televisi itu menunjukkan sejumlah area yang telah dibersihkan dari demonstrasi di sekitar Bangkok. Pada segmen lain, sejumlah orang digambarkan tetap melakukan pekerjaannya secara normal. Beberapa di antara mereka diwawancara dan menyampaikan dukungan bagi kudeta.
Militer memanggil Yingluck bersama 22 orang lainnya termasuk sejumlah saudara dan mantan menteri yang berpengaruh untuk melakukan rapat di kantor tentara pada 10.00 WIB. Yingluck adalah saudara perempuan Thaksin Shinawatra, pengusaha-politisi yang sangat populer di kalangan kelompok miskin namun dibenci oleh kelas menengah pendukung keluarga raja karena diduga banyak melakukan korupsi dan nepotisme.
Thaksin digulingkan oleh kudeta militer dari jabatannya sebagai perdana menteri pada 2006 lalu. Sampai saat ini, Yingluck belum memberi konfirmasi akan menghadiri undangan tersebut. Dia diduga berada di bagian utara Thailand bersama para pendukungnya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan bahwa tidak ada pembenaran bagi kudeta yang dinilai membawa "dampak negatif" terhadap sekutu militer Thailand. "Jalan bagi Thailand adalah pemilihan umum yang akan merefleksikan kehendak masyarakat," kata Kerry dalam sebuah pernyataan resmi.
Dia juga mendesak militer untuk melepaskan semua politisi yang ditahan. Kudeta di Thailand juga dikecam oleh Prancis, Uni Eropa, dan kantor hak asasi manusia PBB. Sementara Jepang mengatakan tindakan militer itu sebagai hal yang mengecewakan.